Kabinet pertama (Presidensiel) baru terbentuk pada tanggal 5 September
1945 dimana Bung Karno bertindak selaku perdana menteri dan sejumlah
pemuka ditunjuk sebagai menteri dalam 12 Kementerian. Pemerintahan ini
juga memiliki 4 orang menteri negara dan 4 pimpinan lembaga lainnnya
yaitu, Ketua Mahkamah Agung, Jakasa Agung, Sekretaris Negara dan Juru
bicara negara.
Daerah Jakarta Raya dizaman Jepang berbentuk daerah khusus kota besar (Tokobetsu) dan Soewiryo menjabat wakil walikota. Pada saat kemerdekaan tahun 1945 Soewirjo mengambil alih jabatan walikota tersebut kemudian menunjuk Mr Wilopo sebagai wakilnya.
Daerah Jakarta Raya dizaman Jepang berbentuk daerah khusus kota besar (Tokobetsu) dan Soewiryo menjabat wakil walikota. Pada saat kemerdekaan tahun 1945 Soewirjo mengambil alih jabatan walikota tersebut kemudian menunjuk Mr Wilopo sebagai wakilnya.
Massa bergerak di lapangan Ikada |
Meskipun Pak Wirjo begelar Walikota namun dia lebih dikenal sebagai
Bapak Rakyat Jakarta. Sebagai orang yang berkecimpung lama dalam
Pemerintahan Kota aktifitas beliau amat khusus. Kantornya dibalai kota
jalan Merdeka selatan Jakarta sekarang. Saat Proklamasi 17 Agustus 1945
dipegangsaan timur 56, Pak Wiryo bertindak selaku ketua panitia
mempersiapkan dan menyelenggarakan acara tersebut. Ketua KNI Jakarta
Raya adalah Mr Mohammad Roem. Setelah 17 Agustus 1945, berita Proklamasi
dari Jakarta segera menyebar kseluruh tanah air melalui media
elektronik (saat itu radio dan kontak-kontak telegrafis) dan cetak
maupun dari mulut kemulut. Dengan sendirinya timbullah reaksi spontan
yang amat bergelora. Akibatnya selama bulan Agustus dan September 1945
telah diadakan berbagai kegiatan massa seperti rapat-rapat regional
wilayah maupun rapat-rapat lokal ditingkat kecamatan-kelurahan atau pada
tempat-tempat berkumpul lainnya.
Rapat wilayah kota Jakarta yang cukup besar terjadi pada ahir bulan
Agustus 1945. Yaitu rapat rakyat dalam rangka menyambut berdirinya KNI
yang bertempat dilapangan Ikada. Setelah rapat bubar, sebahagian massa
mengadakan gerakan pawai berbaris mengelilingi kota dengan mengambil
rute Ikada, Menteng Raya, Cikini dan Pegangsaan Timur. Dimuka rumah
Pegangsaan Timur 56, Presiden Sukarno dan Ibu Fatmawati serta sejumlah
menteri menyambut.
Kegiatan rakyat seperti ini menarik perhatian pihak Jepang dan khawatir
akan menimbulkan hal-hal yang berlawanan dengan dengan ketentuan
penguasa Jepang sesuai instruksi sekutu. Maka pada tanggal 14 September
1945 dikeluarkan larangan untuk berkumpul lebih dari 5 orang. Ditambah
larangan untuk melakukan kegiatan-kegiatan provokasi yang memunculkan
demonstrasi melawan penguasa Jepang. Padahal saat itu sedang
dipersiapkan sebuah rapat yang lebih besar dan sudah bersifat rapat
raksasa yaitu Rapat Raksasa Ikada. Ide pertama rencana tersebut,
datangnya dari para pemuda dan mahasiswa dalam organisasi Commite van
Actie yang bermarkas di Menteng 31 Jakarta, untuk mengadakan peringatan 1
bulan Proklamasi pada tanggal 17 September 1945. Gagasan ini didukung
oleh Pak Wirjo selaku walikota Jakarta Raya dan ketua KNI Jakarta Raya,
Mr Mohammad Roem. Maka dengan serentak Pemuda-Mahasiswa menyelenggarakan
persiapan teknis berbentuk panitia.
Lebih lanjut kemudian mereka mengkomunikasikan rencana tersebut pada
pimpinan rakyat tingkat kecamatan (saat itu bernama Jepang, Siku) maupun
kelurahan. Akibatnya berita ini menyebar amat luas sampai keluar
Jakarta. Tapi rencana ini tidak dapat segera terlaksana karena
Pemerintah Pusat menolak menyetujuinya dengan pertimbangan kemungkinan
terjadinya bentrokan fisik dengan tentara Jepang yang masih berkuasa
yang seperti dikatakan diatas, sudah befungsi sebagai alat sekutu.
Melihat situasi ini pihak panitia kemudian memundurkan acara menjadi
tanggal 19 September 1945 dengan harapan Pemerintah mau menyetujuinya.
Menurut Pemuda-Mahasiswa Rapat Raksasa ini amat penting. Karena meskipun
gaung Kemerdekaan sudah menyebar kemana-mana sejak Proklamasi, namun
rakyat belum melihat terjadinya perubahan-perubahan nyata ditanah air.
Misalnya hak dan tanggung jawab Pemerintah belum nampak dalam aktifitas
kenegaraan sehari-hari, apalagi kalau dikaitkan dengan amanat
Proklamasi. Maka Rapat Rksasa amat perlu untuk menggambarkan bahwa NKRI
memiliki legitimasi sosial-politik dengan cara mempertemukan langsung
rakyat dan pemerintah. Dan dalam kesempatan ini diharapkan rakyat
mendukung
Pemerintah RI yang merdeka dan berdaulat. Mungkin Presidenpun akan
memberikan komando-komandonya. Dalam perkembangan selanjutnya meskipun
telah diadakan pertemuan antara panitia dan Pemerintah tetap tidak
dicapai kata sepakat. Ahirnya pada tanggal 19 September 1945 tiba juga.
Sejak pagi hari rakyat yang sudah yakin akan diadakan rapat raksasa
tersebut sejak subuh pagi hari berduyun-duyun mendatangi lapangan ikada
dan berkumpul membentuk kesatuan massa yang amat besar. Untuk
menenangkan massa rakyat ini, pihak Pemuda-Mahasiswa mengajak bernyanyi.
Atas usaha panitia, telah siap sistim pengeras suara yang cukup
memadai, ambulance kalau-kalau diperlukan ada yang membutuhka
pertolongan medis, dokumentasi yang dilaksanakan oleh juru foto dari
kelompok ikatan jurnailistik profesional maupun amatir serta camera man
Berita Film Indonesia (BFI). Pihak penguasa Jepang yang melihat derasnya
arus rakyat yang menuju Ikada dan telah berkumpulnya massa yang besar,
memanggil para penaggung jawab daerah Jakarta. Pak Wiryo dan Mr Roem
mendatangi kantor Kempetai dan berusaha menjelaskan maksud dan tujuan
dari berkumpulnya rakyat di Ikada dan mengatakan gerakan spontan ini
hanya bisa diatasi oleh satu orang yaitu Presiden Soekarno sendiri. Tapi
pihak Jepang tidak mau mengambil resiko dan mengirim satuan tentara
yang dilengkapi kendaraan lapis baja. Penjagaan segera dilaksanakan oleh
pasukan bersenjata dengan sangkur terhunus dilengkapi peluru tajam.
Sementara kabinet Pemerintah RI tetap menolak. Bahkan ada berita kalau
Presiden dan kabinetnya kalau perlu akan bubar. Mahasiswa segera
mengambil inisiatip.
Mereka mendatangi Presiden Soekarno pagi subuh tanggal 19 September 1945. Dijelaskan bahhwa Jepang tidak mungkin akan bertindak keras karena sesuai dengan tugas`sekutu, amat berbahaya bagi keselamatan kaum internira. Selain itu tentara Jepang akibat kalah perang telah kehilangan semanngat. Nampaknya Presiden mau diajak kompromi dan berjanji akan membicarakannya dalam rapat kabinet pagi hari. Pada tanggal 19 September 1945 pagi hari memang berlangsung rapat kabinet untuk membicarakan antara lain akan dibentuknya Bank Negara Indonesia. Rapat yang sedang berlangsung digedung ex Jawa Hokokai tidak kunjung selesai juga sampai waktu telah menunjukkan pukul 16.00. Para Pemuda-Mahasiswa mendesak terus agar Presiden segera berangkat ke Ikada. Mereka mengatakan bahwa tidak akan bertanggung jawab kalau masa berbuat sesuatu diluar kontrol, padahal rakyat hanya menginginkan kedatangan para pemimpinya untuk menyampaikan amanat sebagai kelanjutan Proklamasi. Sebagai jaminan Pemuda-Mahasiswa akan menjaga keselamatan para anggota kabinet tersebut. Ahirnya Presiden Sukarno mengambil keputusan akan ke Ikada. Bagi para anggota kabinet lainnya yang berkeberatan dipersilahkan untuk tidak ikut. Namun nyatanya semua yang hadir dalam gedung ex Jawa Hokokai dengan kendaraan masing-masing juga menuju Ikada. Presiden Sukarno dikawal Pemuda-Mahasiswa dengan menggunakan mobil menuju lapangan Ikada dengan lebih dahulu mampir di Asrama Prapatan 10 Jakarta karena akan bertukar pakaian. Ketika Presiden tiba rombongannya ditahan oleh sejumlah perwira Jepang utusan dari Jenderal Mayor Nishimura yaitu yang dipimpin oleh Let.Kol Myamoto. Jelas ini bukan Kempetai dan menggambarkan Jepang memakai kebijaksanaan lunak. Dalam pembicaraan tersebut Presiden menjamin akan mampu mengendalikan massa meskipun nampaknya massa rakyat sudah siap bentrok fisisk. Hal ini dapat terlihat dimana rakyat yang mempersenjatai diri dengan bambu runcing, golok, tombak dan sebagainya.
Ternyata Presiden hanya bebicara tidak lebih dari lima menit lamanya. Yang isinya : Percayalah rakyat kepada Pemerintah RI. Kalau saudara-saudara memang percaya kepada Pemerintah Republik yang akan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan itu, walaupun dada kami akan dirobek-robek, maka kami tetap akan mempertahankan Negara Republik Indonesia. Maka berilah kepercayaan itu kepada kami dengan cara tunduk kepada perintah-perintah dan tunduk kepada disiplin. Setelah pidato Presiden selesai rakyat yang sudah bertahan di Ikada selama lebih dari 10 jam ahirnya bubar dengan teratur tampa menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.
Mereka mendatangi Presiden Soekarno pagi subuh tanggal 19 September 1945. Dijelaskan bahhwa Jepang tidak mungkin akan bertindak keras karena sesuai dengan tugas`sekutu, amat berbahaya bagi keselamatan kaum internira. Selain itu tentara Jepang akibat kalah perang telah kehilangan semanngat. Nampaknya Presiden mau diajak kompromi dan berjanji akan membicarakannya dalam rapat kabinet pagi hari. Pada tanggal 19 September 1945 pagi hari memang berlangsung rapat kabinet untuk membicarakan antara lain akan dibentuknya Bank Negara Indonesia. Rapat yang sedang berlangsung digedung ex Jawa Hokokai tidak kunjung selesai juga sampai waktu telah menunjukkan pukul 16.00. Para Pemuda-Mahasiswa mendesak terus agar Presiden segera berangkat ke Ikada. Mereka mengatakan bahwa tidak akan bertanggung jawab kalau masa berbuat sesuatu diluar kontrol, padahal rakyat hanya menginginkan kedatangan para pemimpinya untuk menyampaikan amanat sebagai kelanjutan Proklamasi. Sebagai jaminan Pemuda-Mahasiswa akan menjaga keselamatan para anggota kabinet tersebut. Ahirnya Presiden Sukarno mengambil keputusan akan ke Ikada. Bagi para anggota kabinet lainnya yang berkeberatan dipersilahkan untuk tidak ikut. Namun nyatanya semua yang hadir dalam gedung ex Jawa Hokokai dengan kendaraan masing-masing juga menuju Ikada. Presiden Sukarno dikawal Pemuda-Mahasiswa dengan menggunakan mobil menuju lapangan Ikada dengan lebih dahulu mampir di Asrama Prapatan 10 Jakarta karena akan bertukar pakaian. Ketika Presiden tiba rombongannya ditahan oleh sejumlah perwira Jepang utusan dari Jenderal Mayor Nishimura yaitu yang dipimpin oleh Let.Kol Myamoto. Jelas ini bukan Kempetai dan menggambarkan Jepang memakai kebijaksanaan lunak. Dalam pembicaraan tersebut Presiden menjamin akan mampu mengendalikan massa meskipun nampaknya massa rakyat sudah siap bentrok fisisk. Hal ini dapat terlihat dimana rakyat yang mempersenjatai diri dengan bambu runcing, golok, tombak dan sebagainya.
Ternyata Presiden hanya bebicara tidak lebih dari lima menit lamanya. Yang isinya : Percayalah rakyat kepada Pemerintah RI. Kalau saudara-saudara memang percaya kepada Pemerintah Republik yang akan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan itu, walaupun dada kami akan dirobek-robek, maka kami tetap akan mempertahankan Negara Republik Indonesia. Maka berilah kepercayaan itu kepada kami dengan cara tunduk kepada perintah-perintah dan tunduk kepada disiplin. Setelah pidato Presiden selesai rakyat yang sudah bertahan di Ikada selama lebih dari 10 jam ahirnya bubar dengan teratur tampa menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.
Padahal kalau diperhitungkan massa yang besar tersebut sudah bersifat
ancaman terjadinya konflik fisik yang mungkin dapat memunculkan
pertumpahan darah yang tidak terkira. Nampaknya semua pihak puas. Rakyat
puas atas kemunculan Presiden dan para menterinya. Demikian pula
Pemerintah senang karena dapat memenuhi tuntutan pemuda mahasiswa.
Lebih-lebih Jepang yang terhindar dari sikap serba salah. Rupanya mereka
takut mendapat sangsi pihak sektu kalau tidak mampu mengatasi keadaan
Jakarta dari keadaan yang teteram dan damai.
Source: