Chef terkemuka Jepang, Hirohisa Koyama
penasaran dengan sate Indonesia.Presiden NPO Nippon Culinary Exchange
Institute yang juga pemilik restoran Aoyagi di Tokushima Jepang dan
Basara Jakarta ini pun membedakannya dengan sate dari negerinya.
Koyama pun membedahnya dalam ceramahnya dengan tajuk "Menggali Budaya Kuliner Jepang serta Kaitannya dengan Indonesia" di Restoran Basara, Jakarta pekan lalu. Rupanya, dia tahu persis bahan dan bumbu sate Indonesia, terutama daging ayam dan kambing, bumbu dan cara memasak. Koyama lalu mencari tahu sejarah sate Indonesia.
"Ternyata menu sate Indonesia jauh lebih tua daripada sate Jepang. Sate di Indonesia ada sejak 200 tahun lalu," katanya.
Koyama pun membedahnya dalam ceramahnya dengan tajuk "Menggali Budaya Kuliner Jepang serta Kaitannya dengan Indonesia" di Restoran Basara, Jakarta pekan lalu. Rupanya, dia tahu persis bahan dan bumbu sate Indonesia, terutama daging ayam dan kambing, bumbu dan cara memasak. Koyama lalu mencari tahu sejarah sate Indonesia.
"Ternyata menu sate Indonesia jauh lebih tua daripada sate Jepang. Sate di Indonesia ada sejak 200 tahun lalu," katanya.
Dia menjelaskan, usia sate Jepang baru 50-an tahun. "Jauh lebih muda karena sate Jepang baru ada setelah Perang Dunia kedua," ungkap Koyama.
Tidak ingin mengajarkan sesuatu hanya lewat omongan dan gambar. Di tengah-tengah ceramahnya, Taka'e, chef di Restoran Basara membawa piring berisi tiga porsi sate dan bumbunya.
Dijelaskannya perbedaan antara sate Jepang (sate ayam yang empuk, potongan daun bawang, dan bakso) dan Indonesia (sate ayam dan kambing). Sate Jepang tampil lebih rapi (tidak berlumur aneka bumbu) dan warna daging yang dibakar lebih merata. Sementara sate Indonesia lebih penuh (banyak daging) dan ada bagian agak gosong ada pula yang masih putih.
Rasanya pun berbeda, sate Jepang cenderung gurih mengarah ke asin, sedangkan sate Indonesia lebih gurih dan ada rasa manis karena memakai kecap manis.
Ketika dia menjelaskan perbedaan tadi, dari samping kiri tercium bau harum dan bau gosong daging. Hmm, rupanya ada yang sedang memanggang sate. Tak lama kemudian, keluarlah para pramusaji membawa puluhan porsi sate Jepang dan Indonesia yang dibagikan kepada setiap hadirin.
Seusai bersantap sate, Koyama mengupas perbedaan sate buatan bangsanya dan sate Indonesia. Sate Jepang tidak berwarna hitam (gosong) dan tidak banyak berminyak karena hanya dibumbui, tepatnya dilumuri, garam Jepang yang dibeli dari Bali dan kecap.
Sementara sate Indonesia memakai aneka bumbu. Cara membakarnya pun berbeda sebab jenis arang yang dipakai juga berbeda.
Tukang sate di Jakarta memakai arang dari batok yang derajat bakarnya lebih rendah dibanding arang bincotan (dari kayu) yang digunakan untuk membakar sate Jepang. Arang bincotan sendiri diimpor Jepang dari Sumatera. Alhasil sate kita harus dibakar dekat bara api yang membuat permukaan daging cenderung gosong.
Jelas daging gosong tidak bagus untuk kesehatan. Bukan hanya itu, Koyama si penggemar sambal itu menyarankan agar tukang sate Indonesia mengurangi pemakaian minyak lewat racikan bumbu kacang atau lemak sebab minyak berlebihan kurang bagus bagi tubuh.
Itulah untungnya bertukar pikiran dengan bangsa lain. Bisa belajar memasak makanan dengan cara dan hasil lebih sehat.
SATE JEPANG:
SATE INDONESIA
Sumber: http://menujuhijau.blogspot.com/2010/10/sate-indonesia-vs-sate-jepang.html