Jumat, 02 Desember 2011

Abraham Samad, Ketua KPK Baru


Pimpinan KPK Baru, Abraham Samad (VIVAnews/Anhar Rizki Affandi)
 
 
VIVAnews - Abraham Samad terpilih sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2016. Pria berusia 44 tahun ini mengantongi 55 suara anggota Komisi III DPR, pada pemilihan tahap pertama. Jumlah anggota komisi III yang ikut memilih 55 orang. Satu orang boleh memilih 4 orang dari nama yang ada.  Selain Abraham, yang juga memperoleh suara 55 adalah Bambang Widjayanto.
Sesudah empat nama pimpinan itu terpilih, maka dilakukan pemilihan tahap kedua. Anggota Komisi III itu memilih satu dari keempat nama yang lolos jadi pimpinan. Dan yang terpilih menjadi ketua adalah Abraham Samad. Ia meraih 43 suara.
Lahir Makassar, Sulawesi Selatan, 27 November 1966, Abraham menyelesaikan jenjang sarjana di Universitas Hasanuddin. Dia pun kemudian melanjutkan studi hingga doktor di universitas yang sama pada 2010.

Abraham Samad memulai karirnya di bidang hukum sebagai pengacara. Selain itu, dia pun berkiprah dan aktif di lembaga swadaya masyarakat (LSM) anti korupsi, Anti Corruption Committee (ACC) di Sulawesi Selatan.

Dalam uji kelayakan dan kepatutan, aktivis antikorupsi di Makassar ini ingin memprioritaskan penyidik yang berasal dari kalangan independen, bukan dari kepolisian atau kejaksaan. Tujuannya agar KPK lebih kuat.

"Ini bukan untuk mengeliminir penyidik dari kepolisian dan kejaksaan," kata dia. Penyidik independen ini bisa direkrut dari kalangan perguruan tinggi. Kemudian mereka akan disekolahkan ke sekolah penyidik di Australia. "Makanya kami membutuhkan dukungan dan dana yang besar," kata dia.

Menurut Abraham, perlu ada prioritas dari penyidik independen, karena penyidik dari kepolisian maupun kejaksaan memiliki kecenderungan dan masih melekatnya tradisi dari institusi lama. "Sehingga butuh waktu dia menjadi penyidik KPK secara independen, tidak terpengaruh dengan institusi lama," kata dia.

Jika jadi pimpinan KPK, Samad pun memprioritas kasus korupsi kelas kakap. Sementara korupsi yang berskala kecil akan ditangani oleh kepolisian dan kejaksaan. "Di situlah KPK melakukan supervisi," kata dia.

Menurut Abraham hal itu dilakukan supaya KPK dapat bekerja secara optimal. Sehingga KPK membutuhkan pemetaan agar tak lagi bekerja secara serampangan. "Karena selama ini KPK serampangan. Kasus-kasus kecil diambil sedangkan kasus besar terbengkalai. Tidak ada road map, sehingga ada pandangan bahwa KPK serampangan dan tebang pilih," kata dia.
• VIVAnews

Photobucket
Free Counter
Photobucket