Berita2; Situs berita berbahasa Belanda De Telegraaf pada Sabtu (2/101/2010) menampilkan berita, Presiden RMS John Wattilete yang berada di pengasingan menginginkan agar Presiden Indonesia SBY ditangkap saat melakukan kunjungan kenegaraan di Belanda.Apa alasannya? Penangkapan SBY menurut Wattilete karena melanggar hak asasi manusia. "Saat ini ada 93 orang dipenjara karena mereka telah mendukung RMS. Amnesty International dan Human Rights Watch telah melaporkan hal ini. Juga soal kebrutalan unit teror Indonesia, Densus 88, Maluku," katanya.Akibatnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membatalkan rencana lawatannya ke Belanda untuk memenuhi undangan Ratu Belanda dan Perdana Menteri Belanda. SBY mengatakan, pembatalan itu karena tidak bisa menerima jika saat berkunjung ke negeri kincir angin itu ada putusan pengadilan yang menuntut Presiden RI ditangkap."Yang saya tidak bisa terima adalah ketika Presiden Republik Indonesia berkunjung ke Belanda atas undangan Ratu Belanda dan juga Perdana Menteri Belanda, dan pada saat itu digelar sebuah pengadilan yang antara lain memutus tuntutan ditangkapnya Presiden Republik Indonesia," kata SBY dalam jumpa pers di ruang VIP Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Jadi SBY batal ke Belanda karena adanya aktivitas gerakan sparatis RMS (Republik Maluku Selatan) di Belanda.
- Apa sih gerakan sparatis itu?
Separatisme
politis adalah suatu gerakan untuk mendapatkan kedaulatan dan
memisahkan suatu wilayah atau kelompok manusia (biasanya kelompok
dengan kesadaran nasional yang tajam) dari satu sama lain (atau suatu
negara lain). Istilah ini biasanya tidak diterima para kelompok
separatis sendiri karena mereka menganggapnya kasar, dan memilih
istilah yang lebih netral seperti determinasi diri.
- Gerakan Sparatis Di Indonesia
Pasca
Proklamasi Kemerdekaan, perjuangan bangsa Indonesia belum selesai dan
sangat berat. Mengapa? Sebab kita menghadapi dua musuh dalam
perjuangan. Di satu sisi harus berjuang mem-pertahankan kemerdekaan
Sementara disisi lain harus menghadapi tindakan makar dari gerakan
separatis.
Apa saja gerakan sparatis di Indonesia?
Berikut wbw cuplikkan buat kamu...
A. Pemberontakan PKI di Madiun Tahun 1948
Membahas
tentang pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari jatuhnya
kabinet Amir Syarifuddin tahun 1948. Mengapa kabinet Amir jatuh?
Jatuhnya kabinet Amir disebabkan oleh kegagalannya dalam Perundingan
Renville yang sangat merugikan Indonesia. Untuk merebut kembali
kedudukannya,pada tanggal 28 Juni 1948 Amir Syarifuddin membentuk Front
Demokrasi Rakyat (FDR) Untuk memperkuat basis massa, FDR membentuk
organisasi kaum petani dan buruh. Selain itu dengan memancing bentrokan
dengan menghasut buruh. Puncaknya ketika terjadi pemogokan di pabrik
karung Delanggu (Jawa Tengah) pada tanggal 5 Juli 1959. Pada tanggal 11
Agustus 1948, Musso tiba dari Moskow. Amir dan FDR segera bergabung
dengan Musso. Untuk memperkuat organisasi, maka disusunlah doktrin bagi
PKI. Doktrin itu bernama Jalan Baru. PKI banyak melakukan kekacauan,
terutama di Surakarta.
Oleh PKI daerah Surakarta dijadikan
daerah kacau (wildwest). Sementara Madiun dijadikan basis gerilya. Pada
tanggal 18 September 1948, Musso memproklamasikan berdirinya
pemerintahan Soviet di Indonesia. Tujuannya untuk meruntuhkan Republik
Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan menggantinya dengan
negara komunis. Pada waktu yang bersamaan, gerakan PKI dapat merebut
tempat-tempat penting di Madiun. Untuk menumpas pemberontakan PKI,
pemerintah melancarkan operasi militer. Dalam hal ini peran Divisi
Siliwangi cukup besar. Di samping itu, Panglima Besar Jenderal
Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan
Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk mengerahkan pasukannya menumpas
pemberontakan PKI di Madiun. Dengan dukungan rakyat di berbagai tempat,
pada tanggal 30 September 1948, kota Madiun berhasil direbut kembali
oleh tentara Republik. Pada akhirnya tokoh-tokoh PKI seperti Aidit dan
Lukman melarikan diri ke Cina dan Vietnam. Sementara itu, tanggal 31
Oktober 1948 Musso tewas ditembak. Sekitar 300 orang ditangkap oleh
pasukan Siliwangi pada tanggal 1 Desember 1948 di daerah Purwodadi,
Jawa Tengah.
Dengan ditumpasnya pemberontakan PKI di Madiun,
maka selamatlah bangsa dan negara Indonesia dari rongrongan dan ancaman
kaum komunis yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Penumpasan
pemberontakan PKI dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri, tanpa
bantuan apa pun dan dari siapa pun. Dalam kondisi bangsa yang begitu
sulit itu, ternyata RI sanggup menumpas pemberontakan yang relatif
besar oleh golongan komunis dalam waktu singkat.
B. Pemberontakan Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII)
(DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat)
Berdasarkan
Perundingan Renville, kekuatan militer Republik Indonesia harus
meninggalkan wilayah Jawa Barat yang dikuasai Belanda. TNI harus
mengungsi ke daerah Jawa Tengah yang dikuasai Republik Indonesia. Tidak
semua komponen bangsa menaati isi Perjanjian Renville yang dirasakan
sangat merugikan bangsa Indonesia. Salah satunya adalah S.M.
Kartosuwiryo beserta para pendukungnya. Pada tanggal 7 Agustus 1949,
Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII).
Tentara dan pendukungnya disebut Tentara Islam Indonesia (TII). Gerakan
Darul Islam yang didirikan oleh Kartosuwiryo mempunyai pengaruh yang
cukup luas. Pengaruhnya sampai ke Aceh yang dipimpin Daud Beureueh,
Jawa Tengah (Brebes, Tegal) yang dipimpin Amir Fatah dan Kyai Somolangu
(Kebumen), Kalimantan Selatan dipimpin Ibnu Hajar, dan Sulawesi Selatan
dengan tokohnya Kahar Muzakar.
C. Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)
Munculnya
pemberontakan PRRI diawali dari ketidakharmonisan hubungan pemerintah
daerah dan pusat. Daerah kecewa terhadap pemerintah pusat yang dianggap
tidak adil dalam alokasi dana pembangunan. Kekecewaan tersebut
diwujudkan dengan pembentukan dewan-dewan daerah seperti berikut.
a. Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.
b. Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolan.
c. Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian.
d. Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual.
Tanggal
10 Februari 1958 Ahmad Husein menuntut agar Kabinet Djuanda
mengundurkan diri dalam waktu 5 x 24 jam, dan menyerahkan mandatnya
kepada presiden. Tuntutan tersebut jelas ditolak pemerintah pusat.
Setelah menerima ultimatum, maka pemerintah bertindak tegas dengan
memecat secara tidak hormat Ahmad Hussein, Simbolon, Zulkifli Lubis,
dan Dahlan Djambek yang memimpin gerakan sparatis. Langkah berikutnya
tanggal 12 Februari 1958 KSAD A.H. Nasution membekukan Kodam Sumatra
Tengah dan selanjutnya menempatkan langsung di bawah KSAD.
Pada
tanggal 15 Februari 1958 Achmad Hussein memproklamasikan berdirinya
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Sebagai perdana
menterinya adalah Mr. Syafruddin Prawiranegara.
D. Pemberontakan Permesta
Proklamasi
PRRI ternyata mendapat dukungan dari Indonesia bagian Timur. Tanggal 17
Februari 1958 Somba memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat dan
mendukung PRRI. Gerakannya dikenal dengan Perjuangan Rakyat Semesta
(Permesta). Gerakan ini jelas melawan pemerintah pusat dan menentang
tentara sehingga harus ditumpas. Untuk menumpas gerakan Permesta,
pemerintah melancarkan operasi militer beberapa kali. Berikut ini
operasi-operasi militer tersebut.
a. Komando operasi Merdeka yang dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat.
b. Operasi Saptamarga I dipimpin Letkol Sumarsono, menumpas Permesta di Sulawesi Utara bagian Tengah.
c. Operasi Saptamarga II dipimpin Letkol Agus Prasmono dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan.
d. Operasi Saptamarga III dipimpin Letkol Magenda dengan sasaran kepulauan sebelah Utara Manado.
e. Operasi Saptamarga IV dipimpin Letkol Rukminto Hendraningrat, menumpas Permesta di Sulawesi Utara.
f. Operasi Mena I dipimpin Letkol Pieters dengan sasaran Jailolo.
g. Operasi Mena II dipimpin Letkol Hunholz untuk merebut lapangan udara Morotai.
Ternyata
Gerakan Permesta mendapat dukungan asing, terbukti dengan ditembak
jatuhnya pesawat yang dikemudikan oleh Alan Pope warga negara Amerika
Serikat tanggal 18 Mei 1958 di atas Ambon. Meskipun demikian,
pemberontakan Permesta dapat dilumpuhkan sekitar bulan Agustus 1958,
walaupun sisa-sisanya masih ada sampai tahun 1961.
E. Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
adalah
sebuah organisasi (yang dianggap separatis) yang memiliki tujuan supaya
daerah Aceh atau yang sekarang secara resmi disebut Nanggroe Aceh
Darussalam lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konflik
antara pemerintah dan GAM yang diakibatkan perbedaan keinginan ini
telah berlangsung sejak tahun 1976 dan menyebabkan jatuhnya hampir
sekitar 15.000 jiwa. Gerakan ini juga dikenal dengan nama Aceh Sumatra
National Liberation Front (ASNLF). GAM dipimpin oleh Hasan di Tiro yang
sekarang bermukim di Swedia dan berkewarganegaraan Swedia.
Pada
27 Februari 2005, pihak GAM dan pemerintah memulai tahap perundingan di
Vantaa, Finlandia. Mantan presiden Finlandia Marti Ahtisaari berperan
sebagai fasilitator.
Pada 17 Juli 2005, setelah perundingan
selama 25 hari, tim perunding Indonesia berhasil mencapai kesepakatan
damai dengan GAM di Vantaa, Helsinki, Finlandia. Penandatanganan nota
kesepakatan damai dilangsungkan pada 15 Agustus 2005. Proses perdamaian
selanjutnya dipantau oleh sebuah tim yang bernama Aceh Monitoring
Mission (AMM) yang beranggotakan lima negara ASEAN dan beberapa negara
yang tergabung dalam Uni Eropa. Di antara poin pentingnya adalah bahwa
pemerintah Indonesia akan turut memfasilitasi pembentukan partai
politik lokal di Aceh dan pemberian amnesti bagi anggota GAM.
Seluruh
senjata GAM yang mencapai 840 pucuk selesai diserahkan kepada AMM pada
19 Desember 2005. Kemudian pada 27 Desember, GAM melalui juru bicara
militernya, Sofyan Daud, menyatakan bahwa sayap militer mereka telah
dibubarkan secara formal.
F. Gerakan Sparatais Tragedi Nasional G 30 S/PKI Tahun 1965
Doktrin
Nasakom yang dikembangkan oleh Presiden Soekarno memberi keleluasaan
PKI untuk memperluas pengaruh. Usaha PKI untuk mencari pengaruh
didukung oleh kondisi ekonomi bangsa yang semakin memprihatinkan.
Dengan adanya nasakomisasi tersebut, PKI menjadi salah satu kekuatan
yang penting pada masa Demokrasi Terpimpin bersama Presiden Soekarno
dan Angkatan Darat. Pada akhir tahun 1963, PKI melancarkan sebuah
gerakan yang disebut “aksi sepihak”. Para petani dan buruh, dibantu
para kader PKI, mengambil alih tanah penduduk, melakukan aksi
demonstrasi dan pemogokan. Untuk melancarkan kudeta, maka PKI membentuk
Biro Khusus yang diketuai oleh Syam Kamaruzaman. Biro Khusus tersebut
mempunyai tugas-tugas berikut.
a. Menyebarluaskan pengaruh dan ideologi PKI ke dalam tubuh ABRI.
b.
Mengusahakan agar setiap anggota ABRI yang telah bersedia menjadi
anggota PKI dan telah disumpah dapat membina anggota ABRI lainnya.
c.
Mendata dan mencatat para anggota ABRI yang telah dibina atau menjadi
pengikut PKI agar sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan untuk kepentingannya.
Memasuki
tahun 1965 pertentangan antara PKI dengan Angkatan Darat semakin
meningkat. D.N. Aidit sebagai pemimpin PKI beserta Biro Khususnya,
mulai meletakkan siasat-siasat untuk melawan komando puncak AD. Berikut
ini siasat-siasat yang ditempuh oleh Biro Khusus PKI.
a.
Memojokkan dan mencemarkan komando AD dengan tuduhan terlibat dalam
persekongkolan (konspirasi) menentang RI, karena bekerja sama dengan
Inggris dan Amerika Serikat.
b. Menuduh komando puncak AD telah membentuk “Dewan Jenderal” yang tujuannya menggulingkan Presiden Soekarno.
c. Mengorganisir perwira militer yang tidak mendukung adanya “Dewan Jenderal”.
d. Mengisolir komando AD dari angkatan-angkatan lain.
e. Mengusulkan kepada pemerintah agar membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari para buruh dan petani yang dipersenjatai.
Ketegangan
politik antara PKI dan TNI AD mencapai puncaknya setelah tanggal 30
September 1965 dini hari, atau awal tanggal 1 Oktober 1965. Pada saat
itu terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira Angkatan
Darat.
G. Pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil), Andi Azis, dan Republik Maluku Selatan (RMS)
Pada
masa pemerintahan RIS, muncul pemberontakan-pemberontakan yang
mengguncang stabilitas politik dalam negeri.
Pemberontakan-pemberontakan tersebut antara lain gerakan Angkatan
Perang Ratu Adil (APRA), pemberontakan Andi Azis, dan Gerakan Republik
Maluku Selatan (RMS).
H. Republik Maluku Selatan (RMS)
Republik
Maluku Selatan (RMS) adalah daerah yang diproklamasikan merdeka pada 25
April 1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari Negara Indonesia
Timur (saat itu Indonesia masih berupa Republik Indonesia Serikat).
Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS dianggap sebagai pemberontakan dan
setelah misi damai gagal, maka RMS ditumpas tuntas pada November 1950.
Sejak 1966 RMS berfungsi sebagai pemerintahan di pengasingan, Belanda.
Pada
25 April 1950 RMS hampir/nyaris diproklamasikan oleh orang-orang bekas
prajurit KNIL dan pro-Belanda yang di antaranya adalah Dr. Chr.R.S.
Soumokil bekas jaksa agung Negara Indonesia Timur yang kemudian
ditunjuk sebagai Presiden, Ir. J.A. Manusama dan J.H. Manuhutu.
RMS
di Belanda lalu menjadi pemerintahan di pengasingan. Pada 29 Juni 2007
beberapa pemuda Maluku mengibarkan bendera RMS di hadapan Presiden
Susilo Bambang Yudhono pada hari keluarga nasional di Ambon. Pada 24
April 2008 John Watilette perdana menteri pemerintahan RMS di
pengasingan Belanda berpendapat bahwa mendirikan republik merupakan
sebuah mimpi di siang hari bolong dalam peringatan 58 tahun proklamasi
kemerdekaan RMS yang dimuat pada harian Algemeen Dagblad yang
menurunkan tulisan tentang antipati terhadap Jakarta menguat. Tujuan
politik RMS sudah berlalu seiring dengan melemahnya keingingan
memperjuangkan RMS ditambah tidak adanya donatur yang bersedia
menyisihkan dananya, kini hubungan dengan Maluku hanya menyangkut soal
sosial ekonomi. Perdana menteri RMS (bermimpi) tidak menutup
kemungkinan Maluku akan menjadi daerah otonomi seperti Aceh Kendati
tetap menekankan tujuan utama adalah meraih kemerdekaan penuh.
Pemimpin
pertama RMS dalam pengasingan di Belanda adalah Prof. Johan Manusama,
pemimpin kedua Frans Tutuhatunewa turun pada tanggal 25 april 2009.
Kini John Wattilete adalah pemimpin RMS pengasingan di Belanda.
Di
Belanda, Pemerintah RMS tetap menjalankan semua kebijakan Pemerintahan,
seperti Sosial, Politik, Keamanan dan Luar Negeri. Komunikasi antara
Pemerintah RMS di Belanda dengan para Menteri dan para Birokrat di
Ambon berjalan lancar terkendali. Keadaan ini membuat pemerintahan
Sukarno tkdak bisa berpangku tangan menyaksikan semua aktivitas rakyat
Maluku, sehingga dikeluarkanlah perintah untuk menangkap seluruh
pimpinan dengan semua jajarannya, sehingga pada akhirnya dinyatakanlah
bahwa Pemerintah RMS yang berada di Belanda sebagai Pemerintah RMS
dalam pengasingan Dengan bekal dokumentasi dan bukti perjuangan RMS,
para pendukung RMS membentuk apa yang disebut Pemerintahan RMS di
pengasingan.
Pemerintah Belanda mendukung kemerdekaan RMS, Namun
di tahun 1978 terjadi peristiwa Wassenaar, dimana beberapa elemen
pemerintahan RMS melakukan serangan kepada Pemerintah Belanda sebagai
protes terhadap kebijakan Pemerintah Belanda. Oleh Press di Belanda
dikatakanlah peristiwa itu sebagai teror yang dilakukan para aktifis
RMS di Belanda. Ada yang mengatakan serangan ini disebabkan karena
pemerintah Belanda menarik dukungan mereka terhadap RMS. Ada lagi yang
menyatakan serangan teror ini dilakukan karena pendukung RMS frustasi,
karena Belanda tidak dengan sepenuh hati memberikan dukungan sejak
mula. Di antara kegiatan yang di lansir Press Belanda sabagai teror,
adalah ketika di tahun 1978 kelompok RMS menyandera 70 warga sipil di
gedung pemerintah Belanda di Assen-Wassenaar.
Selama tahun 70an,
teror seperti ini dilakukan juga oleh beberapa kelompok sempalan RMS,
seperti kelompok Komando Bunuh Diri Maluku Selatan yang dipercaya
merupakan nama lain (atau setidaknya sekutu dekat) Pemuda Maluku
Selatan Merdeka. Kelompok ini merebut sebuah kereta api dan menyandera
38 penumpangnya di tahun 1975. Ada juga kelompok sempalan yang tidak
dikenal yang pada tahun 1977 menyandera 100 orang di sebuah sekolah dan
di saat yang sama juga menyandera 50 orang di sebuah kereta api.
Pada
saat Kerusuhan Ambon yang terjadi antara 1999-2004, RMS kembali mencoba
memakai kesempatan untuk menggalang dukungan dengan upaya-upaya
provokasi, dan bertindak dengan mengatas-namakan rakyat Maluku.
Beberapa aktivis RMS telah ditangkap dan diadili atas tuduhan
kegiatan-kegiatan teror yang dilakukan dalam masa itu, walaupun sampai
sekarang tidak ada penjelasan resmi mengenai sebab dan aktor dibalik
kerusuhan Ambon.
Pada tanggal 29 Juni 2007, beberapa elemen
aktivis RMS berhasil menyusup masuk ke tengah upacara Hari Keluarga
Nasional yang dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, para
pejabat dan tamu asing. Mereka menari tarian Cakalele seusai Gubernur
Maluku menyampaikan sambutan. Para hadirin mengira tarian itu bagian
dari upacara meskipun sebenarnya tidak ada dalam jadwal. Mulanya aparat
membiarkan saja aksi ini, namun tiba-tiba para penari itu mengibarkan
bendera RMS. Barulah aparat keamanan tersadar dan mengusir para penari
keluar arena. Di luar arena para penari itu ditangkapi. Sebagian yang
mencoba melarikan diri dipukuli untuk dilumpuhkan oleh aparat. Pada
saat ini (30 Juni 2007) insiden ini sedang diselidiki. Beberapa hasil
investigasi menunjukkan bahwa RMS masih eksis dan mempunyai Presiden
Transisi bernama Simon Saiya. Beberapa elemen RMS yang dianggap penting
ditahan di kantor Densus 88 Anti Teror.
I. Organisasi Papua Merdeka (OPM)
Organisasi
Papua Merdeka (OPM) adalah sebuah gerakan nasionalis yang didirikan
tahun 1965 yang bertujuan untuk mewujudkan kemerdekaan Papua bagian
barat dari pemerintahan Indonesia. Sebelum era reformasi, provinsi yang
sekarang terdiri atas Papua dan Papua Barat ini dipanggil dengan nama
Irian Jaya. .
OPM merasa bahwa mereka tidak memiliki hubungan
sejarah dengan bagian Indonesia yang lain maupun negara-negara Asia
lainnya. Penyatuan wilayah ini ke dalam NKRI sejak tahun 1969 merupakan
buah perjanjian antara Belanda dengan Indonesia dimana pihak Belanda
menyerahkan wilayah tersebut yang selama ini dikuasainya kepada bekas
jajahannya yang merdeka, Indonesia. Perjanjian tersebut oleh OPM
dianggap sebagai penyerahan dari tangan satu penjajah kepada yang lain.
Pada
tanggal 1 Juli 1971, Nicolaas Jouwe dan dua komandan OPM yang lain,
Seth Jafeth Raemkorem dan Jacob Hendrik Prai menaikkan bendera Bintang
Fajar dan memproklamasikan berdirinya Republik Papua Barat. Namun
republik ini berumur pendek karena segera ditumpas oleh militer
Indonesia dibawah perintah Presiden Soeharto.
Tahun 1982 Dewan
Revolusioner OPM didirikan dimana tujuan dewan tersebut adalah untuk
menggalang dukungan masyarakat internasional untuk mendukung
kemerdekaan wilayah tersebut. Mereka mencari dukungan antara lain
melalui PBB, GNB, Forum Pasifik Selatan, dan ASEAN.
Sumber: http://menujuhijau.blogspot.com/2010/10/beberapa-gerakan-separatis-di-indonesia.html