Ini
dia negara termuda di dunia, Sudan Selatan. Negara ini adalah negara
ke-193 di dunia yang lahir setelah proses referendum pada 9-15 Januari
lalu.
Senin
(7/2/2011) hasil referendum itu diumumkan. Sebanyak 98,83 persen
memilih berpisah, sedangkan sisanya 1,17 persen memilih tetap bergabung.
“Tidak ada satu orang pun yang menggugat hasil ini,” jelas ketua komisi
referendum Muhammad Ibrahim Khalil, saat pengumuman hasil referendum
yang dihadiri politikus Sudan, diplomat, staf Perserikatan Bangsa Bangsa
dan akademisi di Khartoum, Sudan.
Khalil
menguraikan, referendum Sudan berjalan damai dan prosesnya juga
dilakukan secara transparan. Khalil juga mengaku Komisi Referendum telah
bertemu dengan Presiden Sudan Omar al-Bashir dan Wakil Presiden Salva
Kiir yang kemungkinan besar akan menjadi Presiden Sudan Selatan untuk
memberitahu hasil ini. Sementara Al-Bashir, juga dinyatakan telah
menerima hasil referendum itu.
Euforia
rakyat Sudan Selatan atas hasil referendum itu, dihiasi dengan berbagai
atraksi. Mereka menari, memukul drum, dan bersorak-sorai. Dilaporkan,
Juba, yang dijadikan sebagai Ibu kota Sudan Selatan, sepanjang hari
terlihat ceria. Seluruh warganya mengibarkan bendera Sudan Selatan.
“Kami
telah bebas, kami mendapatkan kemerdekaan kami. Ini adalah sejarah,
kami melihat negara kami lahir,” ucap William Marchar, warga Sudan
Selatan yang dulunya tentara. Tak berhenti di situ, rakyat Sudan Selatan
kemudian berbondong-bodong ke makam John Garang, mantan pemberontak
yang juga presiden pertama Sudan Selatan.
Namun,
meski telah merdeka dan merayakan kemerdekaannya pada 9 Juli 2011,
Sudan Selatan masih tetap dihantui masalah perbatasan, antara Sudan
Selatan dan Sudan Utara yang diprediksi masih berjalan alot. Penyebabnya
tentu saja memperebutkan kekayaaan alam yang tersimpan di bawah tanah
Sudan, yakni minyak.
Seperti
diketahui, sepanjang dua dekade terakhir, perang saudara terjadi antara
Sudan yang mayoritas Muslim di Utara dengan wilayah mayoritas Kristen
dan Animisme di Selatan. Setidaknya, perang ini telah menelan korban dua
juta jiwa sebelum perjanjian damai 2005 disepakati.
Tak
bisa dihindari, perang dan kemiskinan yang membelenggu warga Sudan
Selatan, akhirnya membuat negara berpenduduk 8,7 juta jiwa ini
ditempatkan sebagai negara paling miskin di dunia. Bahkan, diperkirakan
sebanyak 85 persen dari populasi Sudan Selatan buta huruf.
Masa-masa
suram juga masih menghantui Juba, kota yang akan menjadi ibukota Sudan
Selatan. Di sini, jalan yang beraspal hanya sepanjang 48 kilometer.
Sementara untuk penerangan, mayoritas warga bergantung pada generator
pribadi. Angka kematian bayi juga masih serius, yakni satu dari sepuluh
bayi di bawah satu tahun.
Sumber : Klik Disini













