Berasal dari Dusun Turungtum, Desa Patimban, Kec. Pusakanegara
Kabupaten Subang Jawa Barat, Darsem menjadi TKI di Arab Saudi
diperkirakan pada 2007 melalui PT. Titian Hidup Langgeng yang
berkedudukan di Jl Pertengahan 7, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Pada 2007
Darsem dilaporkan keluarga majikan dengan tuduhan membunuh majikannya.
Aksi itu terpaksa dilakukan karena dirinya terancam akan diperkosa.

Darsem Binti Dawud, terancam hukuman pancung bila tak bisa membayar Rp 4,7 Miliar
Pada Mei 2009, Darsem divonis bersalah dan dijatuhkan hukuman
pancung. Namun pada 7 Januari 2011, ahli waris korban diwakili Asim bin
Sali Assegaf bersedia memberikan maaf (tanazul) kepada Darsem dengan
kompensasi uang diyat (ganti rugi atau santunan) sebesar SAR2 juta, atau
sekitar Rp4,7 miliar, yang dapat dicicil dalam jangka waktu enam bulan.
Kasus Darsem mulai disidangkan di pengadilan Riyadh pada medio 2007
dan baru dijatuhi vonis pada 2009. Mendengar Darsem divonis hukuman
pancung Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Subang bersama Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi beserta pihak Kedutaan Besar RI di Saudi
Arabia, terus melakukan berbagai upaya diplomasi supaya hukuman pancung
terhadap Darsem urung dilakukan.
Dawud ayah dari Darsem berkali-kali menyebutkan, dirinya tidak
mungkin bisa menyediakan uang miliaran rupiah untuk menebus anaknya itu.
Namun demikian, Dawud tetap barharap anak semata wayangnya itu bisa
pulang ke rumah dalam keadaan hidup.
Dikatakan, di rumah gubuknya tinggal anak Darsem, Safi,i yang kini
berusia emat tahun. Safi’I sendiri ditinggal Darsem ke Saudi Arabia
ketika masih berusia delapan bulan. Artinya, Safi,i hingga kini belum
mengenali wajah ibunya dari dekat, kecuali dari foto yang sudah kusam.
“Cucu kami, ingin merasakan lagi belaian kasih sayang ibunya,” ujar
Dawud dengan terbata-bata.
Kini nasib Darsem di ujung tanduk dan di ujung maut bila uang senilai
Rp 4,7 miliar tidak bisa diberikan pada keluarga korban, pemerintah
dalam hal seharusnya menjadi pihak yang paling bertanggung jawab untuk
bisa aktif berusaha mengupayakan pembebasan Darsem, jangan berpangku
tangan pada uluran tangan donatur dan koin peduli yang diadakan di
beberapa tempat, itu karena selama ini para TKI pun memberikan
kontribusi besar bagi keuangan negara. Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi mengutip secara resmi uang sebesar 15 dollar AS untuk biaya
perlindungan TKI. Kutipan itu kemudian menjadi pendapatan negara bukan
pajak kementerian bersangkutan, lalu kemana uang trsebut saat adaa yang
membutuhkan seperti sekaraang ini?
Sumber: Ruanghati.com