Muslim Uighur kembali menderita di bawah episode terbaru tindakan
keras pemerintah Cina terhadap minoritas etnis di wilayah barat laut
Xinjiang itu, yakni berupa pembatasan atau pelarangan berpuasa dan
beribadah di masjid-masjid. “Jika ada tokoh agama membahas Ramadhan
selama kegiatan keagamaan, atau mendorong orang untuk ambil bagian, maka
mereka akan kehilangan lisensi untuk berdakwah,” kata Dilxat Raxit,
juru bicara Kongres Uighur Dunia yang berbasis di Munich pekan lalu.
“Kasus yang lebih sirus adalah penangkapan dan penghasutan bagi mereka yang melakukan ibadah, yang dinilai ilegal,” katanya lagi.
Dilarang Berpuasa
Saat bulan suci Ramadhan dimulai, Beijing ‘menampar’ Muslim Cina
dengan pelarangan. Muslim Cina yang berada di bawah Pemerintah Propinsi
Xinjiang, diminta menandatangani semacam ‘surat tanggung jawab’ yang
isinya berjanji untuk tidak berpuasa dan shalat tarawih atau kegiatan
keagamaan lainnya selama ramadhan.
“Puasa selama bulan Ramadhan adalah kebiasaan etnik tradisional, dan
mereka diperbolehkan untuk melakukan itu,” kata seorang karyawan di
kantor lokal pemerintah daerah di ibukota wilayah Urumqi. “Tapi mereka
tidak diperbolehkan untuk mengadakan kegiatan keagamaan selama
Ramadhan,” katanya mentambahkan.
“Anggota Partai tidak diperbolehkan berpuasa selama Ramadhan, begitu
juga dengan PNS,” ujarnya lagi. Sementara perusahaan swasta menawarkan
makan siang selama jam puasa kepada karyawan Muslim Uighur. Siapapun
yang menolak untuk makan bisa kehilangan bonus tahunan mereka, atau
bahkan pekerjaan mereka, Raxit menambahkan.
Para pejabat juga menargetkan sekolah Islam, untuk menyediakan makan
siang gratis selama masa puasa. Seorang warga Uighur Beijing mengatakan
siswa di bawah 18 tahun dilarang puasa selama bulan Ramadhan. Selain
itu, kampanye pemerintah memaksa restoran di wilayah mayoritas Muslim
untuk tetap buka sepanjang hari.
Pembatasan juga dilakukan kepada mereka yang mencoba untuk menghadiri
shalat di masjid-masjid. Bagi mereka yang ingin shalat di Masjid harus
mendaftar dengan kartu identitas nasional mereka. “Mereka harus
mendaftar, dan setelah selesai shalat dan berdoa mereka tidak diizinkan
untuk [berkumpul dan] berbicara satu sama lain,” tandasnya.
Sehari sebelum dimulainya bulan suci ramadhan bagi umat Islam Cina,
setidaknya 11 orang tewas dalam serangkaian serangan di wilayah
utara-barat Xinjiang. Pihak berwenang Cina menyerang minoritas etnis,
setelah polisi Cina menembak mati dua Muslim pada Minggu lalu.
Serangan itu terjadi kurang dari dua minggu setelah 18 orang tewas
dalam serangan di wilayah Xinjiang yang bergolak. Setelah kerusuhan,
lebih dari 100 orang Uighur ditahan otoritas Cina. Penduduk setempat
mengatakan, kebanyakan dari mereka yang ditahan dan ditetapkan sebagai
tersangka adalah mereka yang tengah beribadah di masjid dan istri mereka
yang mengenakan cadar.
Ibukota Xinjiang, Urumqi, merupakan adegan kekerasan yang mematikan
pada Juli 2009 ketika minoritas Muslim Uighur dibuang terkait pembatasan
Cina di wilayah tersebut. Pada hari-hari berikutnya, massa Han marah
dan turun ke jalan dan melakukan balas dendam yang membawa kekerasan
etnis Cina terburuk dalam dekade terakhir.
Kerusuhan tersebut mengakibatkan hampir 200 orang tewas dan 1.700
orang terluka, menurut angka pemerintah. Tapi Uighur, minoritas MUslim
CIna yang berbahasa Turki Muslim, mengatakan jumlah korban jauh lebih
tinggi terutama dari komunitas mereka. Pihak berrwenang Cina telah
menghukum sekitar 200 orang, sebagian besar warga Uighur, atas kerusuhan
tersebut dan dijatuhi hukuman, 26 dari mereka dijathui hukuman mati. (Sumber)