Jumat, 17 Juni 2011
Whint Sanagi
Pendekar Asli Indonesia - Antara Kisah Nyata dan Mitos
Kalau jaman
sekarang preman mungkin ya ? atau beda..? - Anda pastinya sering
mendengar nama nama si pitung, sangkuriang, jaka tarub, joko tingkir dan
lain sebagainya, bahkan di televisi suka ada film dan sinetronnya yang
mengangkat nama nama Pendekar atau jagoan tersebut, di bawah ini adalah
nama nama pendekar asli indonesia :
SI PITUNG
Pitung
adalah salah satu pendekar orang asli Indonesia berasal dari daerah
betawi yang berasal dari kampung Rawabelong Jakarta Barat. Pitung
dididik oleh kedua orang tuanya berharap menjadi orang saleh taat agama.
Ayahnya Bang Piun dan Ibunya Mpok Pinah menitipkan si Pitung untuk
belajar mengaji dan mempelajari bahasa Arab kepada Haji Naipin. Setelah
dewasa si Pitung melakukan gerakan bersama teman-temannya karena ia
tidak tega melihat rakyat-rakyat yang miskin. Untuk itu ia bergerilya
untuk merampas dan merampok harta-harta masyarakat yang hasil
rampasannya ini dibagikan kepada rakyat miskin yang memerlukannya.
Selain itu Pitung suka membela kebenaran dimana kalau bertemu dengan
para perampas demi kepentingannya sendiri maka sama si Pitung akan
dilawan dan dari semua lawannya Pitung selalu unggul.
Gerakan
Pitung semakin meluar dan akhirnya kompeni Belanda yang saat itu
memegang kekuasan di negeri Indonesia melakukan tindakan terhadap si
Pitung. Pemimpin polisi Belanda mengerahkan pasukannya untuk menangkap
si Pitung, namun berkali-kali serangan tersebut tidak menghasilkan
apa-apa. Pitung selalu lolos dan tidak mudah untuk ditangkap oleh
pasukan Belanda. Ditambah-tambah si Pitung mempunyai ilmu kebal terhadap
senjata tajam dan sejata api. Kompeni Belanda pun tidak kehilangan
akal, pemimpin pasukan Belanda mencari guru si Pitung yaitu Haji Naipin.
Disandera dan ditodongkan sejata ke arah Haji Naipin agar memberikan
cara melemahkan kesaktian si Pitung, akhirnya Haji Naipin menyerah dan
memberitahu kelemahan-kelemahan si Pitung.
Pada
suatu saat, Belanda mengetahui keberadaan si Pitung dan langsung
menyergap dan menyerang secara tiba-tiba. Pitung mengadakan perlawan,
dan akhirnya si Pitung tewas karena kompeni Belanda sudah mengetahui
kelemahan si Pitung dari gurunya Haji Naipin.
Joko Tingkir dari Lamongan
Joko
Tingkir mempelajari ilmu sakti dari Ki Buyut Banyubiru. Ia mempelajari
ilmu sakti tersebut karena ingin menebus pengampunan karena ia telah
membunuh Dadungawuk sodara dari Sultan Demak. Ki Buyut Banyubiru
memberikan pelajaran-pelajaran ilmu saktinya di Gunung Lawu. Salah
satunya adalah dengan merendam diri dalam sungai yang dingin, dengan
tujuan dapat mengendalikan hawa nafsu.
Setelah
beberapa bulan lamanya Joko Tingkir menimba ilmu, Ki Buyut Banyubiru
sudah memperbolehkan agar Joko Tingkir untuk menemui Sultan Demak untuk
meminta pengampunan atas yang pernah dilakukannya yaitu membunuh
Dadungawuk. Didalam perjalanannya menuju tempat Sultan Demak, Joko
Tingkir banyak menghadapi binatang-binatang buas yang menghadangnya,
salah satunya adalah menaklukan raja buaya dan gerombolannya.
Sesampai
di desa Sultan Demak, kebetulan di desa tersebut sedang terjadinya
banteng buas yang mengamuk dan memporak pondakan seisi desa, pada saat
itu juga Joko Tingkir bertemu dengan Sultan Demak untuk meminta
pengampunan dengan persyaratan harus dapat melawan banteng buas
tersebut, Sultan Demak menyetujuinya. Akhirnya Joko Tingkir berhasil
melawan banteng buas itu dengan sebuah pukulan ke kepala banteng, mental
dan pecah akhirnya banteng tersebut tersungkur mati.
Prajurit
didesa itu terkagum dengan aksinya Joko Tingkir yang telah menghadapi
banteng buas dengan tegar dan mengalahkannya. Sultan Demak mengampuni
perbuatan Joko Tingkir tempo hari dan memaafkannya. Kemudian Joko
Tingkir diangkat sebagai pempimpin laskar tamtama, dan akhirnya menjadi
menantu dari Sultan Demak.
JAKA TARUB
Disuatu
desa pedalaman di Indonesia, hidup seorang janda dan seorang anak yang
bernama Jaka di dusun Tarub. Semasa kecilnya ia suka bermain dengan
kebiasaanya yaitu menyumpit burung. Sampai dewasa pun sumpit nya selalu
dibawa-bawa kemanapun. Pada suatu hati Jaka Tarub sedang berjalan
ditengah hutan dan melihat burung-burung dan Jaka Tarub menyumpitnya
tapi tidak mengena. Burung-butung itu berterbangan dan dikejar oleh Jaka
Tarub. Padahal hutan yang dilaluinya ini adalah hutan yang angker
sekali. Dikesibukan mengejar burung, Jaka Tarub mendengar suara beberapa
wanita yang sedang mandi di sebuah air terjun kecil. Jaka Tarub
mengintai dan mengintip dari balik semak-semak belukar. Dan melihat ada
sebuah selendang didekatnya dan diambilnya oleh Jaka Tarub.
Ternyata
wanita-wanita yang sedang bermandikan itu adalah kumpulan bidadari yang
turun dari kahyangan. Salah satu bidadari menyadai kalau Jaka Tarub
mengintip mereka yang sedang mandi, akhirnya semua bidadari disitu panik
dan terbang kembali ke kahyangan. Kecuali satu bidadari kebingungan
mencari selendangnya yang di ambil oleh Jaka Tarub. Lalu si bidadari dan
Jaka Tarub saling menyapa. Bidadari ikut dengan Jaka Tarub ke desanya,
lalu mereka berdua hidup bersama sampai mempunyai 1 anak. Selama
hidupnya Jaka Tarub walau kerjanya hanya tidur-tidur saja tapi hasil
pangannya melimpah karena keajaiban dari bidadari. Lumbung pada penuh,
masakan cepat tersaji banyak.
Pada
suatu saat Jaka Tarub tak sengaja melanggar janji yang diberikan oleh
bidadarinya yaitu tidak boleh membuka hidangan sebelum matang betul.
Akhirnya keajaiban sang bidadari hilang. Dan mereka kembali harus
bekerjakeras setiap harinya. Suatu hari si bidadari menemukan
selendangnya yang disimpang oleh Jaka Tarub, akhirnya perpisahan pun
terjadi, bidadari kembali pergi kekayangan meninggalkan Jaka Tarub
beserta anaknya.
ARYA PENANGSANG
Pada
saat kerjaan Pajang mencapai kejayaan di wilayah pesisir dan wilayah
timur dengan masa pemerintahan Sultan Adiwijaya, semua rakyat dan para
penguasa tunduk dan nurut kepadanya, hanya ada satu orang yang tidak mau
tunduk yaitu Adipati Jipang yang bernama Arya Panangsang. Sultan
Adiwijaya bersikeras untuk menundukan Arya Panangsang, lalu mengumpulkan
para penasehat raja-raja berunding untuk menundukan Arya Panangsang.
Hasil rundingan diputuskan untuk diumumkan di masyarakat umum "Barang
siapa yang dapat mengalahkan Arya Panangsang dari Jipang akan diberikan
hadiah dan harta kekayaan". Namun strategi ini gagal dilakukan.
Strategi
selanutnya adalah, dengan mengirim pesan kepada Arya Panangsang melalui
tukang kebunnya yang diiris kupingnya. Arya Pangsang marah dan
memutuskan untuk melawan Sulta Adiwijaya. Karena tidak sabaran maka Arya
Panangsang pergi duluan, setibanya di sungai Bengawan ternyata sudah
banyak pasukan Sultan Adiwijaya yang sudah lama menantinya. Dengan gigih
Arya Panangsang dengan menggunakan tombak saktinya dapat merobohkan
banyak pasukan. Akan tetapi disela perperangan Arya Panangsang
mendapatkan luka dibagian perutnya yang sobek sehingga ususnya sampai
keluar, oleh Arya Panangsang ususnya di lilitkan di kerisnya dan
melanjutkan peperangan tersebut. Betapa gigih dan pemberaninya Arya
Panangsang.
Karena
peperangan tersebut tidak seimbang karena banyaknya pasukan sedangkan
Arya Panangsang hanya seorang diri, luncurlah sebuah tombak menancap di
dadanya Arya Panangsang, dan sewaktu Arya Panangsang ingin membalas
dengan kerisnya, ia lupa bahwa ususnya ia lilitkan dikeris, akhirnya
keris dicabut dan ususnya Arya Panangsang terputus-putus yang
mengakibatkan Arya Panangsang tewas.
SANGKURIANG
Sangkuriang
lahir dari kehidupan para siluman yang berkehidupan bersama dengan
manusia, pada waktu itu masa kejayaan Kerajaan Parahyangan dengan
seorang raja Prabu Sungging Prabangkara. Sangkuriang tumbuh di hutan
belantara yang dibesarkan oleh Sang Petapa yang sudah tua, ia banyak
belajar ilmu-ilmu kesaktian dan sering melakukan pertapaan. Beranjak
dewasa Sangkuriang menjadi pemuda yang gagah perkasa, sakti mandraguna
dan tampan.
Diawali
dari sebuah kisah, ia sedang berkelana dan pada sebuah hutan ia
menolong seorang wanita yang sedang terancam jiwanya oleh seekor badak
besar yang ganas siap menerjang, dengan gerak cepat Sangkuriang menolong
wanita itu dari marabahaya menggunakan kesaktiannya. Tanpa disadari
Sangkuriang terpesona terhadap wanita ini dan ternyata wanita tersebut
adalah ibu kandungnya. Sangkuriang ingin meminang wanita itu, akan
tetapi wanita tersebut berkeberatan karana Sangkuriang adalah anak
kandungnya, supaya tidak terlaksana maka wanita tersebut memberi
persyaratan untuk bisa meminangnya yaitu dengan membuat sebuah danau dan
perahu besar dalam satu malam saja, akhirnya Sangkuriang menyanggupinya
dan gagal.
Perahu
yang setengah jadi itu ditendangnya oleh Sangkuriang dan lama kelamaan
berubah menjadi gunung merapi yang sekarang disebut gunung Tangkuban
Perahu. Sangkuriang memohon permintaan ampun kepada sang Dewata atas
semua perbuatannya ini.
JOKO TOLE
Seorang
raja beranama Sri Baginda Brawijaya, memerintahkan kepada Empu Keleng
untuk dibuatkannya pintu gerbang besi yang besar dan megah. Dan sudah
satu tahunan Empu Keleng beserta temannya yang lain sudah mengerjakannya
akan tetapi belum rampung juga pintu gerbang besinya. Tenaga semakin
berkurang dan Empu Keleng jatuh sakit dan tidak bisa melanjutkan
perkerjaanya menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Sri Baginda
Brawijaya. Lalu Empu Keleng mengirim berita kepada anak angkatnya yang
bernama Jaka Tole. Ia segera menyusul Empu Keleng di Majapahit.
Didalam
perjalanan melewati beberapa desa, Jaka Tole bertemu dengan seseorang
berjubah hitam mengenakan ikat kepala. Lalu terjadi dialog antara Jaka
Tole dengannya. Jaka Tole menceritakan tujuan ke Majapahit untuk
menyelesaikan pekerjaan menyelesaikan pintu gerbang besi yang besar dan
megah itu dalam sehari, kalau tidak terkena hukuman. Orang berjubah itu
memberikan setengkai bunga dan disuruhnya Jaka Tole memakannya, nanti
sesampai di Majapahit, bakarlah tubuhmu Jaka Tole nanti dari pusarmu
akan keluar patrian untuk menyambung besi-besi pintu gerbang. Kemudian
Jaka Tole melanjutkan perjalannya ke Majapahit dan akhirnya sampai dan
menemuni sang raja sri baginda Brawijaya. Lalu Jaka Tole berkesanggupan
untuk membantu ayah angkatnya Empu Keleng dan menyelesaikan tugasnya
membaut pintu besar besi yang besar dalam satu malam dan jika tidak
selesai akan menerim hukuman.
Lalu
Jaka Tole mengumpulan para pekerjanya, dan memberitahukan bahwasannya
Jaka Tole mempunya patrian besi yang sangat hebat, yaitu dengan cara
dibakarnya tubuh Jaka Tole dibagian pusarnya keluar cairan patrian yang
bisa digunakan untuk menyelesaikan perampungan pintu besi. Dan dalam
satu malam itu pekerja terselesaikan, pintu besar besi jadi. Raja
Brawijaya sangat senang menyaksikan pintu gerbang itu. Kemudian Raja
Brawijaya memberikan hadiah yang berupa perhiasan perak dan emas.