Secara
alami apa yang terjadi didunia ini mengikuti hukum alam, yaitu sebab
akibat. Kecuali jika ada penetrasi dari luar maka hukum tersebut tidak
berlaku. Namun anda harus secara terus menerus memberikan pengaruh dari
luar tersebut tanpa henti. Begitu pengaruh dari luar dihilangkan, maka
akan kembali mengikuti hukum alam.
Begitu
pula manusia juga tunduk terhadap hukum alam. Maka apa yang kita tabur,
itulah yang akan kita petik. Apa yang kita lakukan itulah yang akan
diterima.
Dengan
mengikuti hukum tersebut, kita dapat mempelajari , kenapa seseorang
menjadi kaya, sementara yang lain miskin. Setelah diamati ternyata ada
perbedaan perilaku atau kebiasaan yang menyolok antara orang kaya dan
orang miskin. Dan kebiasaan-kebiasaan itulah yang menyebabkan seseoarng
menjadi kaya. Dengan demikan jika anda melakukan kebiasaan-kebiasan
tersebut maka anda berada pada jalur yang benar menuju keberlimpahan
harta.
Setidaknya ada 6 kebiasaan yang dilakukan oleh orang kaya yang tidak dilakukan oleh orang miskin, yaitu
1. Menunda kenikmatan,
Kebiasaan
ini berbeda dengan orang pribumi yang kebanyakan miskin. Orang pribumi
jika memperoleh penghasilan, bingung ingin segera membelanjakannya.
Membeli baju baru, membeli TV yang lebih besar, membeli kendaraan dan
lain sebagainya yang sifatnya konsumtip.
Ini
semua mereka lakukan karena mereka ingin segera menikmati apa yang
diusahakannya. Atau mereka ingin segera dipandang sebagai orang yang
berhasil atau kaya. Namun pada akhirnya kehidupan mereka bukannya terus
membaik tetapi sebaliknya justru malah menurun atau mandek. Karena
mereka tidak berusaha membangun atau mengembangkan pendapatan dari hasil
yang mereka peroleh. Tetapi hasil yang diperoleh habis untuk belanja
barang konsumtip untuk memenuhi keiinginannya biar kelihatan kaya.
2. Kerja keras
Orang
kaya sanggup dan mampu bekerja keras, karena mereka paham akan hukum
alam. Siapa yang menabur akan menuai. Siapa yang menabur banyak akan
menuai banyak. Dengan demikian siapa yang kerja keras akan mendapatkan
hasil yang banyak.
Sementara
orang miskin berpikir sebaliknya. Mereka inginnya kerja sedikit tetapi
menedapatkan hasil yang besar. Mereka tidak mau diserahi tanggung jawab
yang besar, tetapi mereka ingin gajinya terus naik. Meskipun mereka
kerja banting tulang memeras keringat, karena mereka kerja kasar,
seperti buruh bangunan atau buruh pabrik, mereka bukan kerja keras,
namun sebenarnya mereka adalah pemalas. Mereka malas berpikir, malas
mengembangkan kariernya dan malas menerima tanggungjawab yang lebih
besar. Akhirnya mereka menerima kariernya mandek. Jika ada orang
mempertanyakan tentang sikapnya itu mereka menyalahkan pihak lain.
3. Hemat
Orang
kaya dalam membelanjakan uangnya, selalu dikaitkan dengan segi manfaat
dan keuntungan. Semantara orang miskin mementingkan gengsi.
4. Tidak mudah merasa puas.
Kadang pemahaman kita salah, orang kaya itu rakus dan serakah dan orang miskin itu menerima dan mengalah. Apa benar demikian?
5. Menghargai uang sekecil apapun.
Sepintas
kebiasaan yang kelima ini sama dengan hemat atau kebiasaan ketiga.
Tetapi sebenarnya berbeda. Perbedaannya adalah hemat berkaitan dengan
pengeluaran uang sedangkan menghargai uang sekecil apapun, berkaiatan
dengan pendapatan.
Orang
miskin perpendapat buat apa uang satu rupiah atau dua rupiah, bikin
capek saja. Namun orang kaya berpendapat, jika uang seperak dikalikan 1
juta maka akan jadi besar. Atau uang Rp 9999 tidak dikatakan Rp 10.000,
walau kurang 1 rupiah saja.
6. Tidak malu, kerja apapun akan dikerjakan tidak pilih-pilih
Orang
kaya tidak mengenal malu mengerjakan sesuatu jika itu baik, halal dan
mengahasilkan. Namun orang miskin, pilih-pilh dan mengutamakan gengsi.
Karena itu kebanyakan orang miskin itu bekerja. Mereka pikir bekerja itu
lebih terhormat apalagi jika memiliki jabatan. Saya mempunyai teman
seorang mantan direktur suatu perusahaan. Karena perusahaannya bangkrut
maka terkena PHK. Karena usianya sudah cukup berumur maka dia mengalami
kesulitan mencari kerja ditempat lain. Akhirnya memutuskan untuk usaha
sendiri. Walaupun usahanya cukup lumayan, tetapi dia tidak merasa puas,
apalagi jika ditanya anaknya. “ Bapak ini kerja apa sih dan jabatanya
apasih. Kok dirumah terus.” Hatinya terasa teriris-iris.