Selasa, 15 Juni 2010

Modal Jadi Gubernur Rp 40 milyar.

Seorang calon Gubernur, setidaknya mesti mengeluarkan dana Rp 40 milyar, untuk melakukan kampanye pencitraan agar sosoknya dikenal publik. Padahal gaji gubernur sebulan cuma Rp 8 juta.

Itulah gambaran yang diungkapkan Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA. Kepada Kompas Denny mengklaim telah memenangkan 17 calon gubernur dalam pemilu kepala daerah sejak tahun 2005 atau lebih dari 50 persen jumlah gubernur di seluruh Indonesia. Saat ini LSI sedang menangani dua calon gubernur yang sedang bertarung dalam Pilkada 2010. Denny berharap angka suksenya bisa mencapai 90%. Semahal itu untuk biaya apa saja? Selain survei untuk mengetahui populasritas si kandidat, tentu saja untuk membayar konsultan politik, dan komunikasi pencitraan. Tak jelas benar apakah biaya sebesar itu juga termasuk ongkos lobi ke partai, agar bersedia menjadi kendaraan politik menuju kandidat gubernur. Yang pasti, menurut kompas, dari sejumlah itu 50% masuk ke kantong konsultan politik.

Apakah dengan biaya sebesar itu, garansi lolos jadi Gubernur? Tak ada yang berani menggaransi. Namun Denny seolah memastikan "Kalaupun ada yang kalah, itu karena tidak memenuhi komitmen dengan pembayaran sehingga ada beberapa program yang tidak jalan," ujarnya. Konsultan politik dan kampanye pencitraan seolah bisa mengubah sosok kucing, menjadi singa, sang raja hutan.

Saat ini belum banyak lembaga konsultan Politik. Yang cukup dikenal adalah LSI, Fox Indonesia, selain itu ada Charta Politika yang dikomandani Bima Arya Sugiarto, serta Pol Mark Indonesia yang dibentuk oleh Eep Saefulloh Fatah. Tahun 2010 ini, sedikitnya ada sekitar 246 Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Dari jumlah tersebut, 7 (tujuh) Pilkada untuk Provinsi (Daerah Tingkat Satu) dan sisanya, sekitar 239 Pilkada Kabupaten/Kota (Daerah Tingkat Dua). Selain kandidat kepala daerah yang menjadi market konsultan politik, adalah partai politik. Tak heran tahun menjadi masa panen konsultan politik.

Masalah yang cukup serius, adalah konsultan politik, abai pada krendensial kliennya. Menurut Denny, paling tidak ada tiga syarat yang harus dimiliki oleh para calon apabila ingin bertarung dalam pilkada, yaitu terkenal, disukai, dan mempunyai dana. LSI juga pernah membantu seorang calon kepala daerah yang tidak terkenal, tetapi mempunyai dana yang besar. Bagaimana dengan moral? "Yang penting adalah calon tidak sedang di dalam penjara. Kalau masih tersangka saja, kami masih bisa membantunya untuk menang," ungkap Denny. Nah lo.

Masalah yang berikutnya adalah bagaimana para kandidat kepala daerah ini bisa mengembalikan modal pencalonannya? Ibarat bisnis kapan break event pointnya? Gaji gubernur, menurut Sri Sultan Hamengku Buwono X, cuma Rp 8 juta per bulan, itu sudah termasuk tunjangan. Jika dihitung selama 5 tahun masa jabatan, maka seorang gubernur hanya bisa mengantongi uang halal dari gajinya sebesar Rp 480.000.000. Lantas kekurangan dalam pengembalian modal, gimana nutupnya?

Pada akhirnya mahalnya biaya politik di negeri ini, akan menjadi beban rakyat. Ekonomi biaya tiinggi di sektor usaha, pajak yang mahal, serta berbagai cara untuk meningkatkan PAD yang akan ditanggung rakyat. Pimpinan daerah yang sudah menghabiskan puluhan milyar dalam pencalonan tentu tak ingin menjadi miskin setelah terpilih.

Jadi, akankah kita terus terjebak dalam kampanye pencitraan seorang pipinan daerah?
Sumber: http://forum.detik.com/showthread.php?t=191122

Photobucket
Free Counter
Photobucket