Seorang calon Gubernur, setidaknya mesti mengeluarkan dana Rp 40
milyar, untuk melakukan kampanye pencitraan agar sosoknya dikenal
publik. Padahal gaji gubernur sebulan cuma Rp 8 juta.
Itulah gambaran yang diungkapkan Direktur Eksekutif Lingkaran Survei
Indonesia (LSI) Denny JA. Kepada Kompas Denny mengklaim telah
memenangkan 17 calon gubernur dalam pemilu kepala daerah sejak tahun
2005 atau lebih dari 50 persen jumlah gubernur di seluruh Indonesia.
Saat ini LSI sedang menangani dua calon gubernur yang sedang bertarung
dalam Pilkada 2010. Denny berharap angka suksenya bisa mencapai 90%.
Semahal itu untuk biaya apa saja? Selain survei untuk mengetahui
populasritas si kandidat, tentu saja untuk membayar konsultan politik,
dan komunikasi pencitraan. Tak jelas benar apakah biaya sebesar itu
juga termasuk ongkos lobi ke partai, agar bersedia menjadi kendaraan
politik menuju kandidat gubernur. Yang pasti, menurut kompas, dari
sejumlah itu 50% masuk ke kantong konsultan politik.
Apakah dengan biaya sebesar itu, garansi lolos jadi Gubernur? Tak ada
yang berani menggaransi. Namun Denny seolah memastikan "Kalaupun ada
yang kalah, itu karena tidak memenuhi komitmen dengan pembayaran
sehingga ada beberapa program yang tidak jalan," ujarnya. Konsultan
politik dan kampanye pencitraan seolah bisa mengubah sosok kucing,
menjadi singa, sang raja hutan.
Saat ini belum banyak lembaga konsultan Politik. Yang cukup dikenal
adalah LSI, Fox Indonesia, selain itu ada Charta Politika yang
dikomandani Bima Arya Sugiarto, serta Pol Mark Indonesia yang dibentuk
oleh Eep Saefulloh Fatah. Tahun 2010 ini, sedikitnya ada sekitar 246
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Dari jumlah tersebut, 7 (tujuh)
Pilkada untuk Provinsi (Daerah Tingkat Satu) dan sisanya, sekitar 239
Pilkada Kabupaten/Kota (Daerah Tingkat Dua). Selain kandidat kepala
daerah yang menjadi market konsultan politik, adalah partai politik.
Tak heran tahun menjadi masa panen konsultan politik.
Masalah yang cukup serius, adalah konsultan politik, abai pada
krendensial kliennya. Menurut Denny, paling tidak ada tiga syarat yang
harus dimiliki oleh para calon apabila ingin bertarung dalam pilkada,
yaitu terkenal, disukai, dan mempunyai dana. LSI juga pernah membantu
seorang calon kepala daerah yang tidak terkenal, tetapi mempunyai dana
yang besar. Bagaimana dengan moral? "Yang penting adalah calon tidak
sedang di dalam penjara. Kalau masih tersangka saja, kami masih bisa
membantunya untuk menang," ungkap Denny. Nah lo.
Masalah yang berikutnya adalah bagaimana para kandidat kepala daerah
ini bisa mengembalikan modal pencalonannya? Ibarat bisnis kapan break
event pointnya? Gaji gubernur, menurut Sri Sultan Hamengku Buwono X,
cuma Rp 8 juta per bulan, itu sudah termasuk tunjangan. Jika dihitung
selama 5 tahun masa jabatan, maka seorang gubernur hanya bisa
mengantongi uang halal dari gajinya sebesar Rp 480.000.000. Lantas
kekurangan dalam pengembalian modal, gimana nutupnya?
Pada akhirnya mahalnya biaya politik di negeri ini, akan menjadi beban
rakyat. Ekonomi biaya tiinggi di sektor usaha, pajak yang mahal, serta
berbagai cara untuk meningkatkan PAD yang akan ditanggung rakyat.
Pimpinan daerah yang sudah menghabiskan puluhan milyar dalam pencalonan
tentu tak ingin menjadi miskin setelah terpilih.
Jadi, akankah kita terus terjebak dalam kampanye pencitraan seorang pipinan daerah?
Sumber: http://forum.detik.com/showthread.php?t=191122
Selasa, 15 Juni 2010
Whint Sanagi