Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (Dok. NREL)
Potensi kehilangan pasokan listrik itu terkait tertundanya proyek pembangkit panas bumi.
Indonesia berpeluang kehilangan pasokan
listrik sebesar 700 juta kilowatt hour (kWh) per bulan, jika proyek
pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) tertunda setiap bulannya.
Kondisi tersebut terjadi seiring belum adanya kepastian perjanjian jual
beli listrik (power purchase agreement, PPA) antara perusahaan pembangkit listrik swasta (independent power producer, IPP) dan pembeli.
"Kalau semakin berlarut, dampak seriusnya adalah gagalnya program pembangkit listrik 10.000 MW," kata Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API), Surya Darma, dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis, 21 Oktober 2010.
Sebagai catatan, pemerintah menargetkan percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW tahap kedua. Di antara pembangkit listrik tersebut, tambahan pasokan diharapkan berasal PLTP sebesar 3.967 MW hingga 2014.
Dari tambahan pasokan tersebut, sebesar 3.627 MW akan dilaksanakan oleh IPP dan sisanya dibangun PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Surya menjelaskan, masalah utama yang dihadapi pengembang atau investor panas bumi adalah tidak adanya kejelasan PPA dengan PLN, yang merupakan satu-satunya pembeli listrik hasil pengembangan panas bumi. Padahal, kepastian PPA secara langsung berpengaruh pada tahap pemboran eksplorasi.
"Di sisi lain, PLN tidak bersedia melakukan negosiasi PPA sebelum ada surat penugasan dari pemerintah untuk membeli lsitrik panas bumi yang tendernya dilakukan oleh Pemda dan Kementerian BUMN," katanya.
Dengan belum adanya kepastian PPA tersebut, API khawatir proyek PLTP hingga 2014 tidak dapat tercapai. Sebab, keterlambatan pemboran, yang membutuhkan kepastian PPA, bisa membuat kegiatan penyiapan lapangan uap dan pembangunan pembangkit, yang memakan waktu minimal 4-5 tahun, menjadi ikut molor.
Sebagai informasi, tahapan pembangunan PLTP diawali dengan pemboran sumur eksplorasi, termasuk persiapannya yang memakan waktu 1,5 tahun. Kemudian dilanjutkan pengembangan lapangan uap dan pembangunan pembangkit listrik selama 2,5 tahun. Belum lagi menghitung waktu untuk proses pendanaan proyek.
API memperkirakan pengembangan panas bumi dalam program percepatan tahap kedua akan membutuhkan investasi hingga US$12 miliar. "Bagaimana mau investasi, kalau sampai sekarang belum ada kepastian pembeli listrik IPP," kata Surya.
"Kalau semakin berlarut, dampak seriusnya adalah gagalnya program pembangkit listrik 10.000 MW," kata Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API), Surya Darma, dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis, 21 Oktober 2010.
Sebagai catatan, pemerintah menargetkan percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW tahap kedua. Di antara pembangkit listrik tersebut, tambahan pasokan diharapkan berasal PLTP sebesar 3.967 MW hingga 2014.
Dari tambahan pasokan tersebut, sebesar 3.627 MW akan dilaksanakan oleh IPP dan sisanya dibangun PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Surya menjelaskan, masalah utama yang dihadapi pengembang atau investor panas bumi adalah tidak adanya kejelasan PPA dengan PLN, yang merupakan satu-satunya pembeli listrik hasil pengembangan panas bumi. Padahal, kepastian PPA secara langsung berpengaruh pada tahap pemboran eksplorasi.
"Di sisi lain, PLN tidak bersedia melakukan negosiasi PPA sebelum ada surat penugasan dari pemerintah untuk membeli lsitrik panas bumi yang tendernya dilakukan oleh Pemda dan Kementerian BUMN," katanya.
Dengan belum adanya kepastian PPA tersebut, API khawatir proyek PLTP hingga 2014 tidak dapat tercapai. Sebab, keterlambatan pemboran, yang membutuhkan kepastian PPA, bisa membuat kegiatan penyiapan lapangan uap dan pembangunan pembangkit, yang memakan waktu minimal 4-5 tahun, menjadi ikut molor.
Sebagai informasi, tahapan pembangunan PLTP diawali dengan pemboran sumur eksplorasi, termasuk persiapannya yang memakan waktu 1,5 tahun. Kemudian dilanjutkan pengembangan lapangan uap dan pembangunan pembangkit listrik selama 2,5 tahun. Belum lagi menghitung waktu untuk proses pendanaan proyek.
API memperkirakan pengembangan panas bumi dalam program percepatan tahap kedua akan membutuhkan investasi hingga US$12 miliar. "Bagaimana mau investasi, kalau sampai sekarang belum ada kepastian pembeli listrik IPP," kata Surya.
Sumber: http://bisnis.vivanews.com/news/read/184213-ri-bakal-kehilangan-listrik-700-juta-kwh