JAKARTA – Hiruk pikuk pemilihan
Kapolri baru terus terjadi. Tidak ada larangan pemimpin DPR memanggil
calon kapolri sebelum uji kepatutan dan kelayakan. Namun hal itu
dinilai melanggar azas kepatutan dan etika, seperti halnya pemimpin DPR
berdiri di tepi jalan memakai lipstik.
Para pemimpin DPR dan politisi konon sudah ’ngiler’ kepada Timur Pradopo, calon Kapolri baru, sehingga mereka mengerubutinya. Namun bukan politikus ‘murahan’ namanya kalau tidak bisa bersikap seperti bunglon. Sikap inilah yang kini diperlihatkan para politikus di Senayan berkaitan dengan pencalonan Komjen Timur Pradopo sebagai Kapolri.
Timur yang awalnya dipandang sebelah mata, kini ramai-ramai didekati para pemimpin DPR dan politisi. Mereka
yang awalnya getol mendukung Nanan Soekarna dan Iman Sudjarwo, tak
malu-malu banting setir mendekati Timur. Publik menilai, tujuan mereka
sederhana saja: agar saat menjabat nanti, Timur tidak galak-galak
dengan perilaku koruptif mereka.
Publik melihat bahwa menjelang
uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR, Timur Pradopo dikerubuti
sejumlah politikus dari berbagai parpol. Mereka ramai-ramai menemui
Timur, baik di rumah maupun di kantornya. Berbagai kepentingan
disampaikan. Ada yang membawa kepentingan parpol, tetapi ada juga yang
hanya membawa kepentingan pribadi.
Publik curiga bahwa para
politikus khawatir bila selama kepemimpinan Timur, kasus-kasus yang
menimpa mereka maupun partainya diutak-atik. Karena itu, mumpung Timur
sedang butuh dukungan politik, mereka datang menawarkan jasa dengan
imbalan kelak bila sudah jadi Kapolri, Timur juga akomodatif terhadap
sejumlah kepentingan mereka, termasuk untuk bicara soal ‘gizi’
menjelang fit and proper test di DPR. Para pimpinan DPR sudah memanggil
Timur, kabarnya juga untuk ’konsultasi’ soal gizi.
Melihat kelakuan dan tabiat buruk itu,
empat anggota Komisi III DPR lintas fraksi resmi melaporkan pimpinan
DPR ke Badan Kehormatan (BK), Senin (11/10). Mereka ialah Syarifuddin
Suding (Fraksi Hanura), Eva Kusuma Sundari (FPDI Perjuangan), Bambang
Soesatyo (Fraksi Partai Golkar) dan Ahmad Yani (F-PPP).
Maka muncul isu bola panas yakni mosi
tidak percaya 31 anggota Komisi III DPR kepada Pimpinan DPR. Isu itu
terus berlanjut. Kini mereka justru melaporkan pimpinan DPR ke Badan
Kehormatan (BK).
Seperti diketahui, 30 anggota Komisi
III yang turut menandatangani surat protes kepada pimpinan DPR juga
diikuti anggota Fraksi Partai Demokrat. Sedikitnya tiga anggota Fraksi
Partai Demokrat turut meneken surat itu yakni Ruhut Sitompul, Didi
Irawadi Syamsuddin, dan Himmatul Aliyah.
Komisi III DPR menilai telah berulang
kali ketua DPR melakukan abuse of power. Apa yang dilakukan ketua DPR,
memang tidak melanggar hukum, namun ada tanggungjawab yang diemban.
Pimpinan DPR harus memegang
etika politik agar lembaga itu tidak menjadi kantor para badut.
Pimpinan DPR dan politisi jangan sampai membawa kepentingan pribadi
atau kelompok dalam kasus pencalonan Kapolri baru nanti.
Publik cemas bahwa prosesi pemilihan
Kapolri baru itu sekadar transaksi. Jika ini yang terjadi, makin
runyamlah citra parlemen dan institusi Polri di masa kini dan masa
depan. [WASPADA]
Sumber: http://kabarnet.wordpress.com/2010/10/13/lembaga-dpr-bak-kantor-para-badut/