Jumat, 15 Oktober 2010

Ramadhan Pohan: Kepada LSM-LSM yang Berkoar-koar Minta SBY Mundur !

“Kepada LSM-LSM yang berkoar-koar minta SBY mundur, lebih baik jadikan partai saja. Ini gak, nongkrong di hotel mewah, ngopi-ngopi, ngerokok, lalu muncul ide mau gulingkan presiden”

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Ramadhan Pohan menyarankan agar bekas Menteri Koordinator Perekonomn Rizal Ramli membuat partai sendiri.

“Saya sarankan kepada Rizal Ramli, dari pada liar di jalanan, lebih baik bikin partai sendiri, rebut hati rakyat lalu maju 2014, apakah rakyat simpati atau tidak. Bisa kalahkan SBY atau tidak,” kata Pohan di Gedung DPR, jakarta.
Ia juga menyarankan kepada LSM-LSM yang tidak sabar dan menghendaki Presiden SBY turun.
“Kepada LSM-LSM yang berkoar-koar minta SBY mundur, lebih baik jadikan partai saja. Ini gak, nongkrong di hotel mewah, ngopi-ngopi, ngerokok, lalu muncul ide mau gulingkan presiden,” kata anggota Komisi I DPR RI itu.
Ketika ditanya, apakah para aktivis itu menghujat dan mengecam SBY agar diperhatikan oleh SBY, Pohan mengatakan, SBY tidak akan memperhatikan orang-orang berkelakuan seperti itu.
“Kalau mau diperhatikan, berbuatlah uuntuk rakyat, pasti diperhatikan SBY. Kalau tidak, jangan harap akan diperhatikan,” kata Pohan. [Primair]

28 Kegagalan, SBY Dituntut Mundur

Gerakan aktivis yang tergabung dalam Petisi 28 mendatangi Wakil Ketua DPR Pramono Anung di gedung DPR, Rabu (13/10/2010). Mereka menyerahkan catatan berisi 28 kegalalan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan mendesak pimpinan DPR untuk meminta SBY mengudurkan diri dari jabatan Presiden.
“Tolong, sampaikan ke SBY. Lebih baik mundur dengan terhormat daripada dimundurkan dengan tidak hormat. Jadi, jatuh dengan santun,” desak Petisi 28 kepada Pramono Anung, melalui juru bicara Petisi 28 Haris Rusly Moti yang juga mantan Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD).
Sementara Pramono Anung yang menerima berkas dari Petisi 28 yang berisi catatan tentang 28 kegagalan SBY di berbagai bidang, menyatakan pihaknya akan menerima masukan tersebut. “Keprihatinan ini menjadi catatan dan masukan untuk Dewan,” kata Wakil Ketua DPR dari Fraksi PDIP ini.
Sementara abstraksi 28 Kegagalan Presiden SBY Memimpin Bangsa dan Negara yang dibacakan Haris Rusly di depan Pramono Anung, menyatakan keadaan rakyat, bangsa dan negara Indonesia saat ini sedang mengalami situasi yang memasuki fase darurat dan kritis.
Pertama, Dari segi ideologi, Presiden SBY gagal memimpin konsistensi dalam menjalankan filosofi Pancasila, negara Indonesia sedang menuju pada pada praktek liberalisasi yang sangat ekstrem yang memicu konflik horisontal dan vertikal. Sebagai sebuah bangsa, di bawah Pemerintahan SBY, terjadi disintegrasi cita-cita, tidak ada kesatuan cita-cita dari seluruh elemen bangsa.
Kedua, dari segi politik kenegaraan, Presiden SBY gagal memimpin menghentikan berbagai konflik antar institusi kenegaraan, benturan antar Presiden dengan DPR, Presiden membangkan terhadap keputusan MK, pertempuran tak henti antar KPK dengan Polri dan Kejaksaan.
Ketiga, dari segi penegakan hukum, Presiden SBY gagal membangun kercayaan masyarakat terhadap institusi, aparat dan penegekan hukum. Rakyat telah mengambil jalan kekerasan untuk memeperjuangkan hak politik dan ekonomoninya. Selain itu Presiden SBY juga gagal memimpin pemberantasan mafia hukum di dalam tubuh polri, kejaksaan, pengadilan dan KPK. Presiden SBY juga gagal menegakkan hukum tanpa diskrimanasi, karena berbagai kasus korupsi yang diduga melibatkan lingkaran dalam istana tak tersentuh sama sekali, kasus Century, korupsi IT KPU, dll tak tersentuh hukum.
Keempat, dari segi ekonomi, Presiden SBY gagal menciptakan kesejahteraan rakyat, berbagai kebijakan yang menyengsarakan rakyat justru dijalankan oleh Presiden SBY, seperti kenaikan harga BBM, TDL, tarif tol, transportasi, kenaikan harga sembako, dll, sementara pendapatan rakyat tidak mengalami peningkatan.
Kelima, dari segi keamanan, Presiden SBY gagal menciptakan rasa aman masyarakat, dengan meluasnya berbagai konflik horisontal maupun vertikal yang tak pernah berhenti. “Kami, Petisi 28 menilai solusi atas berbagai krisis bangsa dan negara di atas hanyalah dengan Kembali secara teguh dan Konsisten pada Pancasila dan UUD 1945. Kami menilai Presiden SBY pasti tidak sanggup mengatasi berbagai krisis di atas, karena itu sebaiknya beliau mengundurkan diri secara terhormat. Kami kaum muda, siap melanjutkan memimpin bangsa dan negara, mengatasi berbagai krisis tersebut.”
Delegasi Petisi 28 yang menemui Pramono Anung adalah Haris Rusly, Salamudin Daeng, Gigih Guntoro, Ahmad Muslim, Hartsa Mashirul, John Mempi, Noviar, Iwan Dwi Laksono, Ahmad Suryono, Catur Agus Saptono, Uray Zulhendry, dan lainnya.
28 Kegagalan Presiden SBY
Kegagalan Presiden SBY dalam Memimpin Mempertahankan Kokohnya Filosofi dan Konstitusi Berbangsa dan Bernegara
  • 1. Presiden SBY gagal memahami akar persoalan bangsa Indonesia, yang bersumber pada krisis filosofi berbangsa, yang diakibatkan oleh amandemen UUD 1945.
  • 2. Presiden SBY gagal memimpin menjaga dan menjalankan falsafah hidup berbangsa dan bernegara sebagaimana komitmen awal berbangsa yang tercantum dalam Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Pancasila, Pembukaan dan Batang Tubuh Undang Undang Dasar 1945. Falsafah musyawarah mufakat diubah menjadi demokrasi liberal dan voting-votingan, kerjasama digantikan dengan persaingan, budaya kekeluargaan berubah menjadi individualisme. Akibatnya nilai-nilai dan pandangan hidup serta mentalitas masyarakat jatuh dalam oportunisme, pragmatisme dan ketidakpercayaan diri yang mendalam.
  • 3. Presiden SBY gagal mengendalikan kekacauan politik kenegaraan dan kebangsaan yang diakibatkan oleh amandemen subversif terhadap UUD 1945. Padahal Presiden SBY telah menerima masukan dari berbagai kalangan tentang proses amandemen UUD 1945, yang dilakukan di bawah tekanan aktor dan lembaga keuangan asing, khususnya IMF. Sedikitnya 20 LOI ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dengan IMF, dan puluhan MoU antara Pemerintah Indonesia dan IMF yang ditujukan untuk mengubah UUD 1945. Bahkan, setelah amandemen UUD 1945, dilangsungkanlah perayaan di Stockholm University untuk merayakan kemenangan lembaga-lembaga donor asing tersebut dalam mengubah UUD 1945.
  • 4. Presiden SBY gagal membendung pihak asing untuk mengobrak abrik Undang Undang dan berbagai peraturan di Indonesia. Lembaga keuangan International Monetary Fund (IMF), World Bank (WB), Asian Development Bank (ADB), serta konsultan asing menjadi dalang dibalik pembuatan seluruh undang-undang pasca reformasi 1998. Kesemua UU di bidang ekonomi seperti investasi, perdagangan dan keuangan, sangat berwatak neokolonial, yang dibuat oleh pihak asing dengan menggunakan komponen utang luar negeri. Bahkan UU yang mengatur pemerintahan seperti otonomi daerah, reformasi pemerintahan sepenuhnya dibuat oleh aktor asing. Sejak tahun 1998 – 2009 sedikitnya 474 UU telah disahkan dan diantaranya mengatur masalah-masalah ekonomi, mulai dari investasi, perdagangan dan keuangan, UU sektoral tentang pertambangan, migas, perkebunan, kehutanan, pesisir kelautan, pangan, perburuhan, sumber daya air, lingkungan hidup, kesehatan dan pendidikan. dalam tahun 2010 ini, sedikitnya 70 UU akan digodok kembali oleh DPR bersama Presiden, sejumlah 31 UU diantaranya berkaitan dengan perekonomian yaitu bidang ekonomi dan sumber daya alam, agraria dan lingkungan hidup. Secara keseluruhan UU tersebut mengabdi pada kepentingan asing. Sebagai contoh pengesahan UU No 25 tahun 2007 tentang penanaman modal (UUPM) menunjukkan keberpihakan Presiden SBY pada Nekolim. UU ini menjadikan azas most favoured nation (mfn) dan national treathment (nt) yang merupakan preambul World Trade Organization (WTO) sebagai azas dari UU ini. Azas ini merupakan azas perlakuan yang sama antara rakyat Indonesia dengan korporat asing dalam hal penanaman modal di Indonesia. UU ini menjadi pintu masuk bagi penyerahan kekayaan alam, tambang, migas, perkebunan, pertanian, pulau-pulau kecil, penjualan manusia secara murah, penyerahan pasar domestik, penyerahan sumber keuangan nasional dan perbankkan indonesia kepada modal asing.
  • 5. Presiden SBY gagal memimpin dan menyatukan cita-cita nasional. Dibawah Kepemimpinan Presiden SBY, bangsa Indonesia kehilangan cita-cita, arah dan tujuan berbangsa. Tidak ada satupun makhluk di Indonesia, yang tahu ke arah mana negeri ini akan menuju. Masyarakat Indonesia mengalami disorientasi, masing-masing institusi negara terfragmentasi dalam kepentingan institusi dan kepentingan pribadi pejabatnya.
Kegagalan Presiden SBY Memimpin Stabilisasi Politik untuk Rakyat
  • 6. Presiden SBY sebagai Kepala Negara gagal memimpin seluruh institusi kenegaraan yang mengakibatkan benturan antara lembaga negara, seperti benturan antara Presiden dengan Parlemen (dalam kasus Century), Presiden bahkan membangkang terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi, Presiden menolak keputusan dan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal penyimpangan di balik bailout Century. Konflik berkepanjangan antara Polri dengan KPK, Kejaksaan dengan KPK. Dalam berbagai konflik tersebut, Presiden SBY memperlihatkan ketidakmpuan, ketidakpeduliannya, bahkan Presiden SBY menjadi pemicu diantara seluruh konflik lembaga negara tersebut. Praktek penyelengaraan negara mengalami stuck (tidak berfungsi), yang memicu meluasnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap hampir seluruh institusi negara, eksekutif, legislatif, di pusat maupun daerah.
  • 7. Presiden SBY gagal memimpin persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia baik dalam aspek teritorial, pemerintahan daerah dan program pembangunannya. Pemerintah tidak memiliki prioritas bersama, bergerak sendiri-sendiri, untuk kepentingan daerah dan institusi masing-masing, dengan mengesampingkan kepentingan nasional.
  • 8. Presiden SBY gagal memimpin membangun stabilitas politik untuk kepentingan bangsa dan rakyat, dengan membiarkan beroperasinya sistem demokrasi liberal yang sejatinya diperuntukkan untuk kepentingan segelintir elite politik nasional dan korporasi asing. Berbagai gesekan dan konflik politik di tingkat elite politik hanya semata untuk bagi-bagi kue kekuasaan, tidak untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Pembentukan Sekretariat Gabungan misalnya, adalah kompromi politik yang dilakukan Presiden SBY untuk kepentingan mempertahankan kekuasaan semata dengan mengkompensasikan jabatan-jabatan politik diantara elite partai politik. Politik hanya sebagai sarana elite untuk menumpuk kekayaan dan mengorbankan rakyat, bangsa dan negara.
  • 9. Presiden SBY gagal memimpin dan gagal membangun tradisi politik sebagai alat untuk memperjuangkan kepentingan umum. Politik didistorsi maknanya menjadi alat untuk meraih tujuan-tujuan pribadi, tujuan presiden sebagai pribadi dan keluarganya, tujuan anggota DPR sebagai pribadi dan keluarganya, untuk mendapatkan dan mempertahankan jabatan, serta menumpuk kekayaan . Politik dan partai politik hanya sebagai sarana elite untuk menumpuk kekayaan dengan mengorbankan kepentingan rakyat, bangsa dan negara.
Presiden SBY Gagal Memimpin Membangun Kemandirian Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat
  • 10. Presiden SBY gagal memimpin berjalannya perekonomian diatas prinsip demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Ekonomi Indonesia menganut prinsip dari asing, oleh asing dan untuk kepentingan asing. Rakyat hanya ditempatkan sebagai obyek dari dominasi dan ekploitasi modal asing.
  • 11. Presiden SBY gagal membangun ekonomi yang mandiri. Perekonomian Indonesia ditopang oleh utang luar negeri, yang menyebabkan Indonesia mengalami ketergantungan yang berkelanjutan. Posisi utang luar negeri pemerintah dan swasta sampai dengan akhir tahun 2009 sebesar US$ 172.871 juta, dengan bunga utang dan cicilan pokok utang luar negeri pemerintah dan swasta mencapai US$ 41.380 juta per tahun. Selain itu, cicilan pokok utang dalam negeri pemerintah juga mencapai Rp. 39,210 triliun (2008) dan bunga utang dalam negeri pemerintah sebesar Rp. 70,857 triliun. Jumlah keseluruhan pembayaran hutang dan cicilan hutang pokok pemerintah dan swasta mencapai Rp. 482 triliun. Bandingkan dengan kenaikan PDB berdasarkan harga konstan dalam tahun 2008-2009 yang nilainya hanya sebesar Rp. 94 triliun. Artinya peningkatan PDB yang merupakan hasil dari seluruh aktifitas ekonomi masyarakat indonesia, bahkan tidak cukup untuk membayar bunga hutang dan cicilan pokok. Artinya seluruh aktivitas ekonomi Indonesia menjadi tergantung dan mengabdi sepenuh-penuhnya pada pihak asing.
  • 12. Presiden SBY gagal memimpin membangun ekonomi dengan basis perencanaan nasional yang mandiri. Ekonomi Indonesia diserahkan kepada pasar yang sejatinya dikendalikan oleh organisasi multilateral, korporasi asing dan negara-negara maju. Ekonomi indonesia dikendalikan melalui WTO, Free Trade Agreement (FTA), dan perjanjian perdagangan bebas bilateral seperti kesepakatan perdagangan bebas Indonesia-China (ACFTA). Pembukaan ekonomi domestik seluas-luasnya bagi investasi asing mengakibatkan negara tidak memiliki fungsi sama sekali untuk melindungi perekonomian rakyat.
  • 13. Presiden SBY gagal memimpin membangun ekonomi yang kuat, kokoh dan berkelanjutan. Ekonomi Indonesia jatuh dalam de-industialisasi sebelum dapat mencapai industrialisasi. Fenomena ini disebut de industrialisasi negatif. Padahal Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alam, Indonesia merupakan negara penghasil bahan mentah terbesar di dunia: urutan pertama dalam produksi CPO di dunia, peringkat kedua dalam ekspor batubara di dunia, peringkat kedua dalam produksi timah di dunia, peringkat ketiga dalam produksi tembaga di dunia, berada pada urutan kelima dan ketujuh masing-masing untuk produksi nikel dan emas. Pada tahun 2005, Indonesia adalah produsen gas alam terbesar dibandingkan dengan seluruh negara di Asia Oceania dan Afrika. Indonesia bahkan termasuk dalam 10 negara penghasil gas terbesar di dunia. Tahun 2008, Indonesia berada pada urutan 7 negara eksportir gas terbesar di dunia. Selain itu, Indonesia termasuk dalam 20 besar negara penghasil minyak mentah terbesar di dunia. Indonesia juga adalah penghasil biji-bijian terbesar no 6, penghasil teh terbesar no 6, penghasil kopi terbesar no 4, penghasil coklat nomor 3, penghasil lada putih no 1, penghasil lada hitam hitam no 2 di dunia, penghasil puli dari buah pala no 1 dunia, penghasil karet alam no 2, penghasil karet sintetik no 4 di dunia, penghasil kayu lapis no 1 di dunia, penghasil ikan no 6 di dunia. Namun, seluruh sumber daya alam Indonesia tersebut dikontrol oleh modal asing. 85 persen kekayaan minyak dan gas dikuasasi asing, 100 persen kekayaan mineral dikontrol modal asing, 65-70 persen kekayaan perkebunan dikuasasi asing, 65 persen kekayaan perbankkan dikuasai asing. Seluruh kekayaan negara diabdikan untuk kepentingan ekspor oleh perusahaan asing sendiri untuk kepentingan industrialsiasi negara-negara maju, dan tidak ada proses industrialisasi di dalam negeri. Akibatnya, lapangan pekerjaan menjadi langka, teknologi tidak mengalami kemajuan. Indonesia terjebak dalam ekonomi dengan nilai tambah sangat rendah. Presiden SBY bahkan menjadi dalang penghancuran industri nasional, industri pupuk, industri gula, industri besi baja, industri tekstil, hancur akibat kebijakan nasional yang buruk.
  • 14. Presiden SBY gagal memimpin meningkatkan kualitas ekonomi manusia Indonesia. Kebijakan ekonomi Presiden SBY menyebabkan rakyat jatuh dalam kubangan kemiskinan dan kebodohan. Sejak pemerintahannya tahun 2004, Presiden SBY menaikkan harga BBM hingga 250 persen. Kenaikan tertinggi dalam dalam sejarah Indonesia. Akibatnya, pada tahun 2005 setahun sejak SBY memerintah, sebanyak 100 juta orang jatuh dalam kemiskinan. Jumlah tersebut mencapai 49 persen dari jumlah penduduk Indonesia (World Bank, 2005). Jumlah pengangguran menurut Badan Pusat Statistik mencapai 11,79 juta jiwa (BPS, 2009). Bahkan indikator yang digunakan untuk mengukur orang yang bekerja sangat tidak manusiawi, yang disebut orang bekerja menurut statistik adalah jika melakukan pekerjaan 1 jam per minggu. Indikator ini direkayasa Bank Dunia untuk seluruh negara miskin di dunia. Jumlah orang Indonesia yang bekerja di sektor formal Indonesia hanya 28 persen dari jumlah orang yang diklaim bekerja oleh pemerintah, sisanya bekerja di sektor informal, bekerja sendiri, pekerja tidak dibayar, pekerja non permanen dan pekerja rumah tangga tidak dibayar.
  • 15. Presiden SBY gagal memimpin menjaga statibiltas harga, bahkan sangat aktif membuat kebijakan yang memicu kenaikan harga-harga secara tidak terjangkau. Sejak SBY berkuasa garis kebijakan makro ekonominya adalah menaikkan harga-harga. Tidak hanya BBM, Presiden SBY aktif menaikkan tarif dasar listrik dan transportasi. akibatnya seluruh harga bahan pokok rakyat mengalami kenaikan tanpa diikuti oleh kenaikan pendapatan. Kebijakan ini pada satu sisi memang menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Indonesia menjadi salah satu dari 20 negara dengan Produk Domestik Broto (PDB) terbesar di dunia. Akan tetapi kenaikan PDB Indonesia dipicu oleh kenaikan konsumsi rumah tangga. Kenaikan konsumsi rumah tangga disebabkan oleh kenaikan harga-harga-harga. 70 persen PDB Indonesia ditopang oleh konsumsi rumah tangga. SBY mencekik rakyatnya sendiri untuk memperoleh legitimasi internasional sebagai negara dengan PDB yang besar.
  • 16. Presiden SBY gagal memimpin menjaga kedaulatan pangan dan mengandalkan sumber pangan dari impor. Beras, daging, susu, gula, sayur-sayuran, bahkan garam diimpor. Akibatnya, petani dan nelayan kehilangan pendapatan dan lapangan pekerjaan. Masyarakat pedesaan akhirnya menjadi budak di negara lain dengan menjadi TKI yang dibayar murah dan direndahkan harkat dan martabatnya sebagai manusia.
Presiden SBY Gagal Memimpin Menegakkan Hukum
  • 17. Presiden SBY gagal memimpin menghentikan sekaligus terlibat memproduksi terjadinya tumpang tindih produk hukum dan perundang-undangan. Misalnya, pembentukan Satgas Markus yang bertentangan secara kewenangan dan fungsi dengan lembaga penegak hukum, Kepolisian, Kejaksaan dan KPK.
  • 18. Presiden SBY gagal memimpin memberantas mafia hukum dan jual beli perkara yang terjadi di dalam tubuh institusi penegak hukum, Polri, Kejaksaan, MA, Pengadilan dan KPK. Sebagai contoh tidak terbongkarnya aktor utama mafia hukum dibalik kriminalisasi pimpinan KPK, tidak terbongkarnya aktor utama mafia pajak dalam kasus pengemplangan pajak Gayus Tambunan.
  • 19. Presiden SBY gagal memimpin menegakan hukum tanpa diskriminasi. Pisau penegakan hukum presiden SBY sangat tajam ketika diarahkan ke luar Istana Negara, lawan politik maupun rakyat kecil menjadi obyek utama yang selalu disalahkan, sementara berbagai kasus korupsi dan kejahatan hukum yang melibatkan lingkaran utama Istana, seperti skandal Century, Korupsi IT KPU, dll tidak tersentuh penegak hukum.
  • 20. Presiden SBY gagal memimpin membangun kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum. Meluasnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi dan aparat penegak hukum, serta penegakan hukum. Akibatnya, berkembang hukum rimba, masyarakat menempuh jalan kekerasan untuk mempertahakan atau memperjuangkan haknya, konflik kekerasasan antar warga dengan Satpol PP, serangan kekerasan masyarakat aparat dan kantor polisi, hakim dan jaksa dianiaya oleh masyarakat, adalah tontonan yang setiap hari terjadi dalam masyarakat kita.
Kegagalan Presiden SBY dalam Memimpin Pertahanan dan Kemanan
  • 21. Presiden SBY gagal memimpin menjaga dan mempertahankan konsep permesta (tanah, alutista dan kesejahteraan). Lebih dari 175 juta hektar lahan daratan dan perairan Indonesia dikuasai modal besar dan mayoritas adalah modal asing. Jumlah tersebut setara dengan 93 persen luas daratan Indonesia. Konsep pertahanan teritorial negara bertumpu pada masalah perbatasan semata. Itupun seringkali perbatasan negara diserobot pihak negara-negara tetangga. Presiden SBY lemah dalam diplomasi internasional. Berbagai perjanjian internasional masuk dalam aturan dan konstitusi Indonesia tanpa ada kontrol. Daya pertahanan militer diperlemah, negara Indonesia tidak memiliki sumber daya dalam militer. Peralatan militer yang seharusnya menjadi alat untuk menahan serangan dari luar, justru menjadi pembunuh bagi anggotanya sendiri dikarenakan kondisinya yang sudah sangat lemah. Kesejahteraan anggota TNI sangat rendah, korupsi merajalela dalam tubuh TNI. Mantan anggota TNI kehilangan haknya, jaminan hari tua, jaminan perumahan dan jaminan kesehatan. Nasib mereka dan anak-anaknya terlunta-lunta.
  • 22. Presiden SBY Gagal memipin dalam menata, mengatur dan menjaga sistem inteligent yang fungsinya sebagai sistem peringatan dini bagi stabilitas negara. Sistem peringatan dini tidak berjalan dikarenakan konsepsi yang kuno warisan kolonial masih dipertahankan dan banyak mengadopsi sistem inteligent asing yang nota bene adalah sistem yang telah disesuaikan untuk negara empunya. Fungsi dan tugas inteligent yang seharusnya menjadi suatu lembaga yang dapat memperkirakan dan mengantisipasi segala sesuatu yang sifatnya mengganggu dan mengancam stabilitas negara (preventive) telah berubah fungsinya seakan-akan seperti sebuah lembaga pencatat peristiwa tanpa memberikan sebuah solusi pencegahan terhadap semua hal yang dapat melemahkan bahkan menghancurkan bangsa dan negara.
  • 23. Presiden SBY gagal memimpin dalam menjaga dan mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara. Sistem perundang-udangan yang selalu dibangga-banggakan dengan sebutan demokrasi ternyata membuat konflik antar anak bangsa, baik konflik ideolodi, politik, ekonomi, hingga SARA. Seperti halnya yang terjadi pada berbagai macam konflik pemilihan kepala daerah secara langsung di berbagai daerah, konflik antar suku, serta konflik antar umat beragama. Bahkan dalam internal pemerintahan sendiri pun terjadi berbagai konflik antar institusi. Baik konflik perundang-undangan maupun konflik kepentingan yang tidak dapat dipersatukan menjadi satu kesatuan kepentingan untuk mewujudkan cita-cita nasional. Sehingga tidak ada sinergistitas kerja dalam pemerintahan, melainkan hanya disibukkan untuk menghindari berbagai macam kekacuan yang tak pernah diselesaikan dengan baik dan tuntas. Tidak adanya harkat dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia, mengakibatkan negara tetangga pun berani bertindak melecehkan kedaulatan negara. Banyak TKI yang dilecehkan oleh negara yang ditempati para pekerja Indonesia. Disintegrasi bangsa yang terjadi akibat dari ketidak-mampuan presiden SBY sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan mengatur dan menjaga stabilitas negara.
  • 24. Presiden SBY gagal memimpin meredam konflik antar anak bangsa yang semakin meluas. Konflik antar anak bangsa yang terus-menerus terjadi dan semakin tak terkendali mengakibatkan rakyat selalu menjadi korban dari kegagalan kepemimpinan presiden SBY. Konflik horizontal ini telah memicu rasa ketidak-puasan rakyat kepada pemerintahan SBY, karena rakyat tidak merasakan adanya keadilan sosial yang selalu dijanjikan dan dikampanyekan tetapi tidak pernah menghasilkan kinerja yang nyata bagi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Terjadinya konflik vertikal antara rakyat dengan pemrintah mengakibatkan semakin meluasnya perlawanan-perlawanan rakyat terhadap aparat keamanan yang bertindak semena-mena menindas rakyatnya sendiri. Hal ini menjadi bola salju yang semakin membesar dan tidak dapat dikendalikan karena para aparat keamanannya pun telah terancam keamanannya.
Agama, Pendidikan dan Kebudayaan
  • 25. Presiden SBY gagal memimpin membangun kerukunan antar umat beragama, suku, ras dan antar golongan.
  • 26. Presiden SBY gagal memimpin menghentikan menjalarnya mental dan budaya individualisme dan materialisme dalam tubuh masyarakat.
  • 27. Presiden SBY gagal menghentikan komersialisasi pendidikan yang berakibat pada terjadinya kebodohan dalam masyarakat. Hal ini adalah bukti pembatasan bagi rakyat dalam mengenyam pendidikan seperti zaman penjajahan Pendidikan tidak berbasis pada sejarah dan kebudayaan masyarakat Indonesia.
  • 28. Presiden SBY gagal dalam mengubah dan memperbaiki moralitas pejabat negara. Pejabat negara kehilangan sensisitifitas kemanusiaan, kepedulian. Pejabat negara sibuk memperkaya diri sendiri ditengah situasi meluasnya kemiskinan, gizi buruk dan kelaparan yang menimpa sebagian besar rakyat Indonesia.

Jalan Keluar Kegagalan Kepemimpinan Presiden SBY

Berbagai persolan bangsa dan negara yang terjadi pada kurun waktu yang kita sebut sebagai ”era reformasi” telah menjadi tumor dalam tubuh negara dan bangsa Indonesia, karena kita meninggalkan komitmen awal berbangsa. Elit politik kita telah didominasi oleh kaum yang tak lagi peduli dengan isu berkepribadian, kedaulatan dan kemandirian bangsa. Elite politik dan intelektual di era reformasi telah mengklaim legitimasinya sebagai orang pintar hanya lantaran berpendidikan di barat atau timur tengah, sehingga dengan mudahnya menuduh para pendiri bangsa sebagai orang yang tidak ilmiah dan tradisional. Padahal Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi Kemerdekaan 1945, Pancasila dan UUD 1945 adalah produk revolusioner yang pernah dicapai oleh bangsa ini, melalui pengorbanan dan perjuangan fisik, rasa dan olah fikir dari para pemuda pendiri bangsa.
Tanggungjawab untuk mengatasi krisis kenegaraan tersebut semestinya ada pada pundak Presiden SBY yang dipilih dengan menghabiskan uang rakyat triliunan. Namun atas nama demokrasi yang telah diwahyukan oleh majikannya di USA, sangat sulit mengharapkan sebuah terobosan drastis yang bakal ditempuh oleh Presiden SBY untuk mengatasi krisis kenegaraan tersebut. Harapan agar Presiden SBY berani bertindak layaknya seorang Bung Karno, yang mengeluarkan Dekrit Presiden kembali ke UUD 1945, untuk menghentikan krisis kenegaraan tahun 1959, ibarat matahari merindukkan bulan, tidak mungkin terjadi.
Karena itu, salah satu syarat untuk kembali ke UUD 1945 adalah dengan mengganti Presiden SBY-Boediono yang ditempuh dengan jalan revolusiner. Jalan revolusi ditempuh lantaran hampir semua institusi negara, eksekutif, legislatif dan yudikatif, telah menjadi bagian terpenting dalam pengkhianatan terhadap bangsa dan negara, pengkhianatan terhadap Pancasila, UUD 1945, Proklamasi 1945, bahkan terlibat dalam berbagai skandal korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), penyalagunaan dana kampanye dan manipulasi suara pemilih pada Pilpres 2009.
Namun demikian, momentum kepeloporan gerakan kaum muda untuk melawan korupsi saat ini mesti dimanfaatkan untuk tidak semata menjatuhkan pemerintahan SBY-Boediono, tapi lebih jauh melakukan rekonsolidasi visi dan misi berbangsa dan bernegara. Yakni, mengembalikan semua yang pernah dicapai oleh para founding fathers; mengembalikan tanah, air, dan seluruh kandungannya yang kini telah banyak diambil alih oleh kepentingan korporasi dan modal asing.
Momentum kebangkitan gerakan kaum muda saat ini juga jangan sampai mengulangi kembali kegagalan yang dialami oleh gerakan mahasiswa 1998. Sebuah proses revolusi kaum muda yang berakhir dengan perampokan politik yang dilakukan oleh elit politik reformasi (Amien Rais, Akbar Tanjung, Megawati, Gus Dur, dll.), yang bekerjasama secara apik dengan kepentingan imperialisme dan kolonialisme untuk terus menjajah kita, melalui sebuah konstitusi yang telah diamandemen untuk memudahkan dan membenarkan perampasan terhadap tanah, air dan seluruh kandungannya.
Momentum kebangkitan gerakan kaum muda saat ini mesti ber-visi dan ber-misi mengembalikan Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi 1945, UUD 1945 (asli) dan Pancasila, sebagai fondasi ideologis dan konstitusional dalam menyelesaikan krisis kenegaraan dan kebangsaan. Sebagai filosofi berbangsa dan bernegara yang menyatukan berbagai komponen dan eksponen pemuda, sipil, perwira muda TNI/Polri, birokrat muda, usahawan muda, akademisi muda juga mahasiswa, yang saat ini terfragmentasikan oleh berbaga kepentingan dan pandangan.
Sebagai senjata ideologis dan konstitusional untuk menghadapi penjajahan tipe baru, yaitu neokolonialisme-imperialisme (nekolim). Nekolim adalah sebuah bentuk penjajahan tipe baru yang bersenjatakan demokrasi liberal dan ekonomi liberal pasar bebas. Sebuah liberalisasi politik dan ekonomi yang telah dibenarkan pelaksanaannya melalui amandemen UUD 1945 secara serampangan dan kampungan.

Sumber: http://kabarnet.wordpress.com/2010/10/14/ramadhan-pohan-kepada-lsm-lsm-yang-berkoar-koar-minta-sby-mundur/

Photobucket
Free Counter
Photobucket