REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- LSM Koalisi Anti Utang (KAU) mendesak agar
pemerintah tidak lagi mengandalkan dana yang berasal dari utang luar
negeri sebagai salah satu sumber untuk membiayai pembangunan di dalam
negeri.
"Semakin besar kita mengandalkan utang maka akan semakin
besar bahaya yang bisa berdampak pada ekonomi nasional," kata Ketua LSM
Koalisi Anti Utang (KAU) Dani Setiawan di Jakarta, Jumat. Menurut dia,
isu utang seharusnya saat ini menjadi "debat panas" di dalam DPR karena
banyak hal yang harus diperhatikan terkait hal itu.
Ia
mencontohkan, hal penting yang harus dicermati terkait dengan utang
adalah sejauh mana jumlah cicilan pokok dan biaya yang harus dikeluarkan
untuk membayar utang tersebut. Dani juga mengingatkan bahwa Indonesia
juga harus belajar dari kekisruhan dalam penentuan pagu utang AS yang
sempat menjadi perdebatan hangat baik di dalam tubuh pemerintah AS
maupun kongres negara itu.
"Di AS terlihat isu utang menjadi
krusial tetapi di Indonesia isu utang masih belum menjadi debat politik
yang panas," katanya. Sebelumnya, Kepala Biro Humas Bank Indonesia Didi A
Johansyah juga menilai, total utang luar negeri Indonesia baik
pemerintah maupun swasta yang terus meningkat hingga kwartal I tahun ini
patut terus dicermati.
"Meski ekonomi kita stabil dan fundamental
ekonomi bagus, tetapi utang luar negeri harus terus dicermati dengan
mengingatkan pelaku bisnis untuk mengelola utang luar negerinya secara
berhati-hati," kata Didi di Jakarta akhir Juni lalu.
Jumlah utang
luar negeri Indonesia sampai kwartal I 2011 mencapai 214,5 miliar dolar
AS, meningkat 10 miliar dolar AS dibanding posisi akhir 2010. Jumlah
tersebut terdiri atas utang Pemerintah sebesar 128,6 miliar dolar AS dan
utang swasta 85,9 miliar dolar AS.
Sedangkan rasio utang
dibanding PDB saat ini 28,2 persen lebih baik dibanding 1997/1998
sebesar 151,2 persen. Sementara rasio utang jangka pendek dibanding
cadangan devisa saat ini 42,6 persen lebih baik dibanding posisi
1997/1998 sebesar 142,7 persen.