Illustrasi
Tulisan
ini kuambil dari blog Lae Jarar Siahaan di bataknews.wordpress.com. Lae
Jarar adalah wartawan independen saya kenal lewat tulisan-tulisannya
yang inspiratif. Dulu Jarar aktif menulis di blogberita.net. Namun kini
blog tersebut sepertinya tidak diupdate seperti halnya
bataknews.wordpress.com. Namun wartawan asal Balige (satu kampung dengan
pemilik blog Asaborneo) ini sekarang sudah mulai aktif menulis di
domain atas namanya sendiri jararsiahaan.com.
Berikut adalah salah salah satu tulisan dari bataknews.wordpress.com yang ingin kubagikan untuk pengunjung setia diselubung.com
Aku
tak mampu berkata-kata usai membaca sepucuk surat bertulis-tangan yang
dikirim seorang PNS Pemkab Toba Samosir kepada istrinya. Siapkanlah sapu
tangan atau kertas tisu; siapa tahu anda memerlukannya.
Balige, 23 September 2006.
Salam
rindu dari jauh, Mama. Tiga hari lagi persislah Mama dua bulan
meninggalkan saya di rumah ini. Dan selama itu pula saya harus bergumul
seorang diri, hanya ditemani seekor burung merpati. Si Kurdi pun titip
salam sama Mama. Entah pun dia sudah rindu sama Mama. Mungkin dia tidak
akan pernah lupa sewaktu Mama membersihkan sangkarnya dua bulan yang
lalu.
Kemarin
saya marah sama si kucing dan anjing karena mereka tidak mau beranjak
dari rumah. Rupanya saya lupa beli ikan teri untuk jatah mereka. Saya
hanya beli daging aili 1/4 kg karena masih ada sisa uang kiriman Mama.
Baru kali ini saya beli daging.
Mama,
piring, sendok, garpu sebagaimana Mama tinggalkan sebelum pergi, masih
tetap bersih seperti itu. Saya hanya memakai satu piring saja supaya
tidak repot membersihkannya. Yang tidak boleh saya ceritakan sama Mama
hanya kelambu itu saja. Dulu, sewaktu Mama ada, dia masih putih.
Sekarang sudah hitam. Sarung bantal pun demikian juga, berubah warna.
Aneh, baunya Mama. Mudah-mudahan ndak sampai ke Jakarta.
Surat
ini saya tulis di atas kursi, karena meja sekolah yang kita pinjam dulu
[sewaktu guru huria les], baru saya pulangkan ke sekolah itu kira-kira
10 menit yang lalu. Kemarin, Jumat, sewaktu les, si Rocky bilang bahwa
Ibu Siagian [istri ***] menyuruh supaya meja itu dikembalikan hari ini
[Sabtu]. Tadi pagi saya memanggil si Pelipe dan si Memo [adik ***] untuk
membantu saya mengangkatnya. Dan tentu Mama belum lupa bangku-bangku
kecil orang si Paska. Itulah yang saya duduki ini.
Mama,
kenapa kita semiskin ini, selalu pertanyaan bagi saya siang-malam. Beli
motor saja harus diangsur. Selain di bank, ada lagi utang di koperasi.
Sawah sudah tergadai. Semua ini membawa penyakit, darah tinggi, maag,
penyakit gula, dll. Saya harus duduk di bangku seperti ini dan menulis
di atas kursi.
Sebentar
lagi saya harus mencuci, di mana nanti saya harus menggosoknya? Oh
Tuhan, di mana kepedulian-Mu? Apakah masih ada namanya yang disebut
Tuhan? Jungkir balik saya mengajar les, toh uangnya tidak nampak.
Sementara
*** [seorang pejabat teras Pemkab Toba Samosir -- diedit BatakNews]
enak saja ngambil uang dari kas Pemda Rp 3 miliar. Apa ada memang uang
sebanyak itu? Belum pernah saya lihat. Tuhanlah yang membuat
perhitungan.
Sekiranya
saya di Jakarta, saya akan ke Dikti menanyakan keabsahan ***-nya [gelar
si pejabat teras -- diedit BatakNews]. Semakin merajalela saja dia,
Mama. Baru-baru ini dia ke SMIK Arjuna. Disuruhnya seorang guru buka
baju. Mungkin mau diajaknya guru itu duel. *** apa itu? [Tanda bintang
adalah jabatan orang dimaksud -- BatakNews.]
Di
koran sudah jarang beritanya. Pasti sudah disogok semua itu. Pak ***
mau pindah ke Serdang Bedagai. Pupus sudah harapannya menjadi sekda,
karena Pak *** itu sudah diperpanjang jabatannya sampai dua tahun lagi.
Pak *** mau pindah ke Tapanuli Selatan. Masih ingat Mama ketika kita
menghadapnya, kan? Istilah di Tobasa sekarang: kebaktian jalan, korupsi
jalan terus. Horeee ….
Mama,
kalau ada uang, kita pindah saja dari rumah ini. Sepertinya tidak ada
rejeki di sini. Dengan keluarnya meja itu, sudah plong sekarang pintu
depan, pintu tengah, dan pintu belakang, karena lurus itu. Kalau boleh
kita cari rumah di pinggir jalan, biar murid lesnya lebih banyak dan
Mama bisa jualan.
Selain
di bank itu, masih ada utangku di koperasi Rp 1.800.000. Makanya ketika
Mama belum pulang [ke Jakarta -- penjelasan BatakNews], tidak pernah
semua uang les saya berikan sama Mama, untuk menutup koperasi. Bukan
untuk keperluan lain. Semua utang ini baru tutup sampai bulan Desember
2007.
Mama,
bulan Juni 2007, tanggal 24, saya sudah pensiun. Pengurusan pensiun
sudah dimulai bulan Januari 2007 supaya bulan Juli 2007 langsung
menerima gaji pensiun. Sesudah itu kita sudah dapat berkonsentrasi
mengelola les bahasa Inggris dari pagi sampai malam, sambil mengarang
buku, dan menjadi reporter di Jakarta Post.
Tidak
ada lagi apel pagi, apel sore, rapat-rapat, dll. Tinggal menunggu
detik-detik pensiun ini lagilah. Kita bersabar dulu ya, Ma. Kalau ada
uangmu, bantu dulu menutup koperasi ini, biar penyakit saya hilang.
Les
bahasa Inggris di tempat Tulang/Nantulang *** terkesan terlalu mahal,
karena mereka membuat uang les Rp 100 ribu per bulan, makanya siswa
hanya lima orang termasuk si kembar itu. Nantulang itu sendiri yang
mengutip uang les. Saya baru menerima Rp 100 ribu dari situ.
English
For You di Desa *** masih tetap seperti dulu. Tapi sudah saya yang
mengutip uang les bulan ini. Tapi mengutipnya sangat susah, padahal uang
les cuma Rp 15 ribu. Dibagi tiga untuk sewa rumah orang itu. Sekarang
siswanya tinggal 18 orang dikali Rp 15 ribu dibagi tiga untuk sewa
rumah. Berapa lagi tinggal sama saya? Beli minyak bensin, ganti ban,
rante, dan oli motor aja itu sudah habis kan, Ma?
Hari
itu saya ke Dolok Jior menanyakan pembeli pinus itu. Mudah-mudahan
pembelinya segera datang. Pinusnya boru Panjaitan sudah dijual. Dia
minta papan aja, bukan uang. Katanya, pembelinya itu sekarang masih
bekerja di Sidulang. Habis dari situ baru ke Dolok Jior lagi. Sudah saya
hitung pinus kita itu, masih ada 14 batang lagi.
Ketika saya di rumah, saya bongkar buku-buku dan ketemu gambar ini. Kalau Mama nanti pulang, bawa lagi gambar ini ya, Ma.
Bagaimana kabar orang si Dave, Anggraini, Zenia, dan Acen? Apa rencana mereka buat masa depan?
Ada
pepatah mengatakan, “Berdoalah seolah-olah Tuhan datang nanti malam.
Bekerjalah seolah-olah kamu hidup seribu tahun lagi.” Ora et labora,
berdoa dan bekerja. Ini yang Tuhan kehendaki. Karena Tuhan pun bekerja.
Enam hari Tuhan kerja, istirahat cuma satu hari.
Kalau ada kiriman atau surat, alamatnya ke ***.
Hanya ada tiga kalimat dari saya untuk Mama. Pertama: I love you Mama. Kedua: I love you Mama. Ketiga: I love you Mama.
Take good care of yourself and get closer to God day by day.
See you soon.
Daddy, *** [ditandatangani -- penjelasan BatakNews].
– Mama jangan suka menangis lagi. Masih ada masa depan buat kita. Pasti itu ya, Ma?
Demikianlah
seluruh isi surat si PNS tersebut kukutip secara utuh tanpa mengubah
urutan kalimat per kalimat dan alinea per alinea. Ada beberapa kata,
menyangkut nama orang, yang sengaja kuhapus — yaitu yang kutandai dengan
bintang tiga [***].
BatakNews
tidak bisa memberitahukan nama, inisial, instansi tempat bertugas, dan
alamat tinggal si PNS. Umur dan jati dirinya yang lain juga sengaja
tidak dijelaskan di sini secara lengkap. Pertimbangannya hanya satu: dia
sudah bersedih karena kemiskinannya dan akan pensiun beberapa bulan
lagi.
Suratnya
kepada sang istri ditulis pada empat halaman kertas folio. Ditulis
memakai pulpen bertinta tebal dan, kayaknya, berwarna hitam — tampak
dari foto kopinya yang sangat jelas — dengan gaya huruf bersambung yang
sangat rapi.
Foto
kopi surat ini juga sudah berada di tangan sejumlah pejabat Pemkab Toba
Samosir. Ketua DPRD Tumpal Sitorus yang ditemui BatakNews pun mengaku
memperoleh surat tersebut.
“Saya
merinding membacanya. Dalam hati saya tadi, ternyata Tuhan sangat baik
masih memberikan saya gaji yang cukup dan fasilitas dinas. Lihatlah
Bapak itu, berpuluh tahun menjadi PNS tetapi terus hidup dalam
kemiskinan, karena ia jujur dalam bekerja,” kata Tumpal menambahkan, ia
dalam waktu dekat akan menemui langsung si PNS sekadar menyampaikan rasa
simpatinya yang mendalam.
Kalimat
terakhir pada surat PNS ini — setelah dia teken — menunjukkan bahwa dia
masih ingin berharap hidupnya akan lebih baik namun dia pun tak bisa
menyembunyikan keputusasaannya. Perhatikanlah kalimat penutup itu: Mama
jangan suka menangis lagi. Masih ada masa depan buat kita. Pasti itu ya,
Ma?
Ia berusaha menegarkan hati sang istri; tapi sesungguhnya ia sendiri pun kurang yakin, sehingga bertanya, “Pasti itu ya, Ma?”
Perih
rasa di hatiku, sungguh perih, membaca dan merenungkan kisah hidup
bapak ini. Semoga Tuhan segera mengabulkan segala impiannya bersama sang
istri; sehingga ia bisa mengarang buku dan tidak lagi menulis di atas
kursi. ***Tulisan ini tidak kuubah sama sekali, langsung dari [bataknews.wordpress.com]