Senin, 18 Oktober 2010

Bahaya "Ganyang Indonesia"!

Tak ada yang salah dengan judul di atas. Tak salah juga jika pikiran Anda langsung terhubung dengan tagline Bung Karno yang sudah telanjur populer itu, ”Ganyang Malaysia”.
Apalagi seruan ”Ganyang Malaysia” masih menyisakan gemanya setelah keriuhan yang terjadi di publik Indonesia setelah insiden di Tanjung Berakit, Kepulauan Riau (Kepri), 13 Agustus lalu. Dan, kita semua tahu, tensi hubungan Indonesia-Malaysia saat itu sempat hangat-hangat tahi ayam.
Toh, ”Ganyang Malaysia” agaknya memang berhenti pada tagline belaka. Tak lebih dari itu. Namun, percayakah Anda bahwa pada kenyataannya, pengganyangan justru terjadi terhadap bangsa Indonesia?
Pengganyangan itu berlangsung tanpa tagline dan dilakukan selama ini dalam operasi sunyi senyap. Wajar kemudian jika kita semua tak merasa sedang diganyang.
Penyelundupan barang! Inilah pengganyangan terhadap Indonesia, inilah pengganyangan yang sesungguhnya.
Setiap tahun, barang selundupan menyerbu Indonesia lewat Kepri, provinsi yang berbatasan langsung dengan wilayah perairan Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Kamboja. Sebagian dilakukan dengan cara bergerilya, sebagian lagi terang-terangan. Ada yang diperdagangkan di Kepri, ada juga yang menjalar ke luar Kepri, termasuk sampai ke Pulau Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, dan Lombok.
Jenis barangnya beragam, mulai dari perabot rumah tangga, barang elektronik, peralatan kantor, mainan anak, peralatan kebugaran, berbagai jenis barang konsumsi, sampai beragam barang bekas. Dan, jangan salah, narkoba menjadi salah satu primadona di antara barang selundupan tersebut.
Dalam hal ini, ada beberapa jenis barang selundupan yang nilai strategisnya perlu lebih dicermati. Barang itu adalah beras, makanan olahan, pakaian bekas, dan narkoba. Mengacu kebijakan umum Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, beras dan makanan olahan termasuk barang impor yang tata niaganya diatur. Di sisi lain, produk narkoba dan pakaian bekas jelas terlarang untuk diimpor.
Via Malaysia
Pada awal Agustus lalu, Badan Karantina Kementerian Pertanian mengungkap adanya penyelundupan 1.400 ton beras asal Vietnam ke Kepri. Di Batam, sebagian beras yang telah dikemas ulang itu beredar dengan merek AAA dan 555. Harganya sekitar Rp 6.000 per kilogram (kg) atau lebih murah dibandingkan dengan beras dari Pulau Jawa dengan kualitas sama yang saat itu harganya Rp 6.600 per kg.
Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Batam Ahmad Hijazi, tidak tertutup kemungkinan beras selundupan itu juga didistribusikan ke luar Batam, bisa ke mana saja selama ada disparitas harga.
Dan, memang secara empiris, penyelundupan marak terjadi antarwilayah atau negara yang mengalami disparitas harga atas produk yang relatif sama. Konsumen tidak peduli dari mana asal barang, yang penting harga dan kualitas terjamin.
Lepas dari itu, beberapa hari sebelumnya di Batam, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Thomas Sugijata mengungkapkan penemuan penyelundupan pakaian bekas ke Indonesia. Pakaian tersebut buatan Korea, Hongkong, China, Jepang, dan Malaysia.
Jalur penyelundupannya mayoritas lewat Malaysia yang memang tidak mempersoalkan semua itu selagi tidak diperjual-belikan di negara tersebut.
Selama dua tahun terakhir, tren penyelundupan pakaian bekas meningkat dengan target pemasaran ke kota-kota besar, seperti Batam, Makassar, Surabaya, Banyuwangi, dan Cirebon. Pada 2009, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mengungkap 18 kasus usaha penyelundupan. Barang bukti setiap kasus rata-rata 1.500 karung sampai 2.000 karung atau sebanyak 450.000 potong sampai 600.000 potong.
Sementara pada 2010, sampai dengan awal Agustus saja, total barang bukti yang disita DJBC sekitar 15.000 karung atau 4,5 juta potong. Itu artinya, usaha menyelundupkan pakaian bekas ke Indonesia tahun ini naik hampir sepuluh kali lipat dalam segi kuantitas dibandingkan dengan 2009.
Baru-baru ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Batam mengeluarkan data yang menunjukkan masifnya penyelundupan makanan olahan kemasan, obat-obatan, dan kosmetik. Tahun ini sampai dengan Juli, minimal 1.373 item produk ilegal beredar di pasar. Tahun lalu, sedikitnya 4.024 item produk ilegal beredar di pasar. Peredarannya disinyalir juga sampai ke luar Kepri.
Produk itu berasal dari Malaysia, Singapura, Thailand, China, dan Vietnam. Digolongkan ilegal atau selundupan karena tidak terdaftar di BPOM. Dalam beberapa operasi, ditemukan modus pemalsuan izin edar.
”Badan POM ini seperti pemadam kebakaran saja akhirnya, semprot sana, semprot sini. Selagi hulunya tidak disumbat, hal ini akan terus berlanjut,” kata Kepala BPOM di Batam I Gde Nyoman Suandi. Kurir narkoba
Upaya penyelundupan narkoba tak kalah marak. Setidaknya ada 11 kali usaha penyelundupan ke Batam yang digagalkan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam mulai Januari sampai Agustus. Dari kejadian ini bisa dibaca, telah terjadi usaha penyelundupan narkoba minimal sebulan sekali. Ini belum termasuk data dari kepolisian.
Setiap kurir biasanya membawa narkoba dengan nilai mencapai miliaran rupiah. Kurir ini sebagian besar datang dari Malaysia dan selebihnya dari Singapura. Di samping diedarkan di Batam, narkoba juga didistribusikan ke kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta dan Medan.
Kepala Badan Narkotika Nasional Gories Mere dalam jumpa pers di Kota Batam, Selasa (21/9), menyatakan, ekstasi dan sabu menjadi jenis narkoba yang tren diselundupkan ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Barang tersebut sebagian besar diproduksi di China, Hongkong, India, dan Iran.
Indonesia, menurut Gories, menjadi pasar yang menggiurkan karena margin yang sangat besar. Harga sabu di Iran pada awal tahun ini senilai Rp 100 juta per kilogram (kg). Terakhir, harganya turun menjadi Rp 50 juta per kg. Sementara di Indonesia, harganya mencapai Rp 2 miliar per kg.
Melihat kondisi geografis Kepri yang berupa kepulauan, demikian pula Indonesia secara keseluruhan, jalur penyelundupan bisa di mana saja. Sementara pintu yang relatif terawasi ketat hanya di pelabuhan resmi dan bandar udara saja. Pelabuhan tikus
Semisal di Batam, terdapat lima pintu masuk kepabeanan, meliputi empat pelabuhan resmi dan satu bandar udara. Sementara pelabuhan tikusnya dikabarkan lebih dari 20 lokasi. Bongkar muat pun bisa dilakukan di tengah laut sehingga tak mudah dideteksi petugas.
Artinya, data penyelundupan yang berhasil digagalkan di atas tidak serta-merta menunjukkan penyelundupan menjadi gembos. Data tersebut justru bisa dibaca sebaliknya; serbuan barang selundupan masih merajalela. Bahkan, terbuka kemungkinan, barang selundupan yang lolos dan beredar di Indonesia lebih banyak daripada yang digagalkan.
Namun, kunci pintu masuk sebenarnya berada di tangan aparat. Sebagaimana diungkapkan Komandan Kapal Patroli Bea dan Cukai 10002 Suhaimi (52), penyelundupan marak dan sulit dibasmi justru karena ada aparat yang ikut bermain. Dalam bahasa premannya, aparat jadi backing.
Selama 30 tahun berpatroli, Suhaimi acap kali memergoki penyelundupan dengan pengawalan aparat bersenjata. Kalaupun tidak dengan pengawalan, minimal penyelundupan membawa ”restu” dari aparat.
”Kalau semua aparat kompak dan jujur, sebenarnya penyelundupan bisa dicegah, minimal yang besar-besar,” kata Suhaimi.
Penyelundupan bukan semata persoalan kerugian negara dari sisi pendapatan bea dan cukai. Penyelundupan adalah gelombang pengganyangan terhadap rakyat Indonesia, pelan tetapi pasti.
Kalau beras selundupan terus menyusupi Indonesia, apa jadinya dengan nasib petani dan keluarganya. Kalau pakaian bekas selundupan tak henti merambah kota-kota Indonesia, apa jadinya dengan industri garmen nasional berikut jutaan buruhnya.
Generasi dalam bahaya
Kalau makanan, obat-obatan, dan kosmetik selundupan menjalar ke mana-mana, bagaimana dengan jaminan kesehatan masyarakat Indonesia. Dan, kalau narkoba terus merdeka bergerilya, bagaimana dengan masa depan generasi muda bangsa Indonesia.
Sesederhana itu, penyelundupan menggempur dan melumpuhkan Indonesia. Tanpa keriuhan dan tagline, Ganyang Indonesia!

Sumber : http://id.news.yahoo.com/kmps/20101017/twl-bahaya-ganyang-indonesia-70701a2.html

Photobucket
Free Counter
Photobucket