Orangtua mana yang tidak gundah
perasaannya jika salah satu anak kesayangannya tidak ada berita sama
sekali. Terlebih, jika anak kesayangannya pergi menuju medan perang.
Adalah Robert Earl Freeberg, seorang mantan farm boy
yang berasal dari Kansas, USA. Ia merasa tidak kerasan tinggal
bersama orangtuanya di pedesaan yang sepi dan bekerja di pertanian.
Sebagai anak muda, jiwa mudanya selalu memberontak. Ia ingin melakukan
sesuatu yang berbau petualangan.
Lalu,
Bobby Freeberg mendaftarkan diri untuk menjadi serdadu di US Navy
yang akan dikirim ke benua Eropa. Selain dirinya, kedua saudara
kandungnya pun ikut mendaftar sebagai serdadu. Mengingat kebutuhan
tenaga pilot, saat itu, dirasa sangat mendesak, ia mendapat kursus
kilat untuk menjadi pilot pesawat terbang.
Bobby
memulai karirnya menjadi pilot Amerika ketika pecah perang Pasifik.
Saat perang dunia berakhir, pemuda penganut yahudi yang diberi julukan “Bob Si Pemberani” ini tetap memilih karir sebagai penerbang. Ia bekerja di perusahaan penerbangan partikelir di Filipina bernama Commercial Airlines Incorporates
(CALI). Kecintaannya kepada dunia kedirgantaraan makin melekat kuat
pada dirinya. Ia merasakan bahwa cakrawala adalah dunia yang tak
terbatas.
Tahun 1946, setelah hengkang
dari CALI, ia memulai petualangan hidupnya di Indonesia dan kawasan
Asia Tenggara lainnya. Ketertarikan Bobby kepada perjuangan Republik
Indonesia pada jaman revolusi (setelah kemerdekaan) mulai tumbuh dan
mengakar. Bobby pun mulai bekerja di Angkatan Udara Republik Indonesia
(AURI). Tugas utamanya menerbangkan pesawat jenis Dakota Douglas C-47
(biasanya cukup disebut Dakota) untuk versi militernya. Pesawat
bernomor sayap RI-002 tersebut diakui secara resmi menjadi pesawat
pertama milik AURI. Sedangkan nomor registrasi RI-001 dialokasikan
untuk pesawat kepresidenan RI di kemudian hari.
Sebelum
memiliki pesawat RI-002, AURI sudah memiliki beberapa pesawat
berukuran kecil seperti pesawat Cureng dan Cukiu. Kedua pesawat lungsuran dari serdadu Jepang, Saudara Tua
yang pernah menduduki Indonesia dan bergegas meninggalkan tanah air
karena kalah perang dan menyerah tanpa syarat. Pihak AURI kemudian
melucuti pesawat-pesawat bermesin tunggal yang dibuat oleh Nippon Hikoki
KK tahun 1993 ini. Kelak, pesawat jenis Cureng, hanya memuat dua
orang, dimanfaatkan sebagai pesawat latih bagi calon penerbang AURI.
Ada
kesimpangsiuran informasi yang hingga kini belum terungkap. Menurut
berita, pembelian pesawat RI-002 dibeli dengan mengunakan uang tabungan
pribadi Bobby Freeberg. Sebagai catatan, pada masa setelah Perang
Pasifik, banyak pesawat bekas pakai (war surplus) yan dijual bebas kepada umum. Pesawat-pesawat war surplus ini bisa dibeli dengan pilot atau tanpa pilotnya. Pihak AURI dikabarkan men-charter pesawat yang dipiloti oleh Bobby untuk menembus blokade udara yang dilakukan oleh militer Belanda.
Berbagai
tugas yang pernah diemban Bobby antara lain, mengangkut kadet-kadet
calon penerbang AURI untuk mendapatkan pelatihan di Manila, mengangkut
barang-barang kargo berupa obat-obatan, menerjunkan pasukan payung
AURI ke Kalimantan atau propinsi lainnya, menerbangkan delegasi
Indonesia ke Konferensi PBB-ECAFE (Economic Commission for Asia and Far East)
di Manila, dan menerbangkan Presiden Soekarno ke kota-kota di
Sumatera dalam rangka pengumpulan dana guna membeli pesawat RI-001.
Penerbangan Terakhir (Maguwo-Bukittinggi)
Di pagi buta, 30 September 1948, Bobby Freeberg bertindak sebagai captain pilot RI-002. Ia didampingi co-pilot Bambang Spatoadji dan dibantu oleh Santoso sebagai co pilot
pengganti. Sumadi bertugas sebagai ahli teknik dan Suryatman sebagai
operator radio. Pesawat tersebut tinggal landas dengan sukses dari
pangkalan udara (Lanud) Maguwo, Jogja. Dari Maguwo, pesawat menempuh
rute menuju Lanud Gorda Serang dan Lanud Tanjung Karang selanjutnya
menuju Bukittinggi.
Sebagaimana biasa, pesawat RI-002 kerap melakukan black flight.
Yaitu penerbangan gelap, seakan-akan main kucing-kucingan guna
menghindari pesawat-pesawat pemburu milik Belanda yang banyak
berpangkalan di Pulau Sumatera maupun di Jawa.
Ada buku “Laporan Perdjalanan” (Vluchrapport),
semacam buku manifest yang mencatat jumlah penumpang, nama penumpang,
dan kargo muatannya. Pada manifest RI-002 tertanggal 30 September
1948 tercatat 12 penumpang serta barang kargo seberat 2.500 kg.
Beberapa
versi cerita menyebutkan di antara kargo tersebut, terdapat emas
batangan seberat 20 kg untuk dibawa ke Bukittinggi. Emas itu digunakan
sebagai alat pembayaran untuk membeli pesawat kepresidenan RI-001.
Namun, ada cerita versi lain yang menyebutkan emas batangan tersebut
disita oleh militer Belanda sewaktu pesawat mendarat di Lanud Gorda,
Serang, Jawa Barat. Setelah itu, pesawat baru diperbolehkan meneruskan
penerbangannya ke Tanjung Karang. Namun, pesawat kehilangan kontak
dengan Lanud Maguwo pada 1 Oktober 1948.
Jenasah kru pesawat RI-002 diberangkatkan ke TMP Tanjung Karang
Hampir
30 tahun setelah hilangnya pesawat ini, 7 April 1978, rongsokan
pesawat RI-002 ditemukan oleh petani yang sedang merambah hutan di
Gunung Punggur, Lampung. Emas batangan seberat 20 kg tidak dijumpai
dalam pesawat. Tulang-belulang semua kru pesawat RI-002 telah
dikembumikan sebagai pahlawan di Taman Makam Pahlawan Tanjung Karang
pada 29 Juni 1978, bertepatan dengan hari Bhakti TNI AU. Tetapi,
kerangka Bobby “Si Pemberani” tidak turut serta dikebumikan karena tidak
ditemukan di lokasi.
Setelah
menunggu jawaban Presiden Indonesia selama bertahun-tahun, akhirnya
orang tua Bobby, Mr. Dan Mrs. Freeberg, mendapatkan jawaban tentang
nasib Bobby. Pada 29 Mei 1951, Sekretaris Presiden mengirimkan jawaban
tertulis tentang hilangnya pesawat yang diterbangkan Bobby (Sumber:
Arsip Kabinet Presiden 190-1959 No. 2039 – ANRI, Jakarta).
Hingga
kini, teka-teki hilangnya Bobby belum terjawab. Mudah-mudahan, suatu
saat, misteri emas batangan seberat 20 kg yang raib dan jenasah Bobby
Si Pemberani yang sudah menyatu dengan tanah dapat terungkap.
Kira-kira dua tahun lalu, tepatnya 7-16 Mei 2009, Tamalia Alisjahbana,
selaku kurator dan direktur Lembaga Arsip Nasional RI membuka pameran
dalam rangka mengenang jasa kepahlawanan Robert Earl Freeberg dan
kisah heroik pesawat RI-002.
Hari Lahir Kopasgat
Kopasgat
atau Komando pasukan Gerak Tjepat adalah pasukan elit milik TNI-AU.
Kini, namanya berubah menjadi Paskhas (Pasukan Khas). Berbicara tentang
hari lahir Kopasgat, rasanya kurang sreg bila tidak menghubungkan beberapa pelaku sejarahnya.
Pada
17 Oktober 1947, ada 13 orang prajurit TNI yang melakukan misi
penerjunan di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Mereka adalah Harry
Aryadi Sumantri, Iskandar, Sersan Mayor Kosasih, F. M. Suyoto,
Bahrie, J. Bitak, C. Williem, Imanuel, Mika Amirudin, Ali Akbar, M.
Dahlan, J. H. Darius, dan Marawi. Misi ini dipimpin langsungoleh Mayor
(AU) Tjilik Riwut, orang asli Kalimantan. Ia yang menentukan zona
atau lokasi pendaratan pasukan.
Mayor
Tjilik Riwut mendapat misi khusus, Operasi Penerjunan Pasukan Payung
Pertama, dari Kepala Staf Angkatan Udara saat itu, Komodor (AU)
Suryadi Suryadarma, untuk segera melakukan penerjunan di Kalimantan
Tengah. Dengan menumpang pesawat RI-002 berpilot Bobby Freeberg, ketiga
belas prajurit tersebut terjun payung dan melakukan pendaratan di
Desa Sambi, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
Setelah
perang usai Tjilik Riwut aktif di pemerintahan. Beliau menjabat
sebagai Gubernur Kalimantan Tengah Pertama. Berkat jasanya, pada 1998,
beliau ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Guna
mengenang peristiwa bersejarah Operasi Penerjunan Pasukan Payung
Pertama, pihak Angkatan Udara menetapkan 17 Oktober 1947 sebagai hari
lahir pasukan elit Kopasgat/Paskhas.
Kini,
di desa Sambi telah didirikan monumen Palagan Sambi. Monumen tersebut
sebagai bukti perjuangan dan kegigihan putra-putra terbaik bangsa
Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Pada saat itu, usia
kemerdekaan RI baru dua tahun.