TRIBUNNEWS.COM, SINTANG
- Ancaman untuk mengibarkan bendera Malaysia pada perayaan HUT
Kemerdekaan RI 17 Agustus, sebagaimana disampaikan Yusak, Kepala Desa
Mungguk Gelombang, Kecamatan Ketungau Tengah, Kabupaten Sintang, bukan
tanpa dasar.
Wartawan Tribun
yang melakukan kunjungan langsung ke Desa Mungguk Gelombang, Jumat
(5/8), menemukan, kondisi desa yang berpenduduk 1.286 jiwa (344 KK),
dengan mata pencarian utama menoreh karet dan bertani lada, memang
memprihatinkan.
Insfrastruktur buruk, sarana pendidikan memprihatinkan, fasilitas kesehatan pun tak memadai. Penerangan pun jauh dari harapan.
Tingkat
pendidikan di daerah ini terbilang sangat rendah. Dari seluruh
penduduk, hanya belasan yang lulus SMA, 20 persen lulus SMP, 50 persen
lulus SD, dan sisanya putus sekolah dan tidak pernah sekolah.
Sekretaris
Desa Mungguk Glombang, Wahyudi, mengatakan, di desanya hanya ada satu
sekolah, yakni SDN 30 Mungguk Gelombang. Dua sekolah lainnya merupakan
sekolah kelas jauh (cabang SDN 30).
"Di
desa kita ini semuanya masih serba kekurangan, mulai dari jalan,
pendidikan, kesehatan, dan penerangan. Yang paling mendesak itu adalah
jalan, karena kondisinya sangat buruk," katanya.
Wahyudi
mengatakan, dia dan sang Kepala Desa, Yusak, sudah sering kali
mengajukan bantuan kepada pemerintah daerah, namun sampai saat ini tak
kunjung ada jawaban.
Jalan yang
dilalui masyarakat selama ini adalah jalan yang pernah dibuat
perusahaan. "Kalau dari pemerintah belum ada sama sekali, paling cuma
janji-janji saja, sedangkan jalannya semakin lama semakin rusak,"
katanya.
Sebagaimana berita
Tribun sebelumnya, stasiun MetroTV beberapa hari lalu menayangkan
pernyataan Yusak yang mengancam akan mengibarkan bendera Malaysia di
desanya. Warga juga akan eksodus ke Malaysia.
Tayangan
itu mendapat respon luar biasa dari pemerintah di Jakarta. Kementerian
Dalam Negeri, bahkan Mabes Polri dan Mabes TNI, memerintahkan
pengecekan ke lapangan. Bupati Sintang, Milton Crosby, pun menggelar
rapat mendadak membahas pernyataan Yusak itu.
Kubangan 1 Meter
Infratsruktur jalan memang menjadi satu di antara kebutuhan mendesak Desa Mungguk Gelombang ini. Untuk mencapainya, dengan titik total ibu kota Sintang, perlu perjuangan ekstra.
Infratsruktur jalan memang menjadi satu di antara kebutuhan mendesak Desa Mungguk Gelombang ini. Untuk mencapainya, dengan titik total ibu kota Sintang, perlu perjuangan ekstra.
Pantauan Tribun di lapangan, jalan yang dilalui tersebut banyak terdapat kubangan air, dengan kedalaman mencapai 1 meter.
Jika musim kemarau perjalanan dapat ditempuh dengan waktu 3-4 jam, sedangkan jika musim hujan bisa sampai 1 hari, bahkan terkadang harus menginap di perjalanan.
Jika musim kemarau perjalanan dapat ditempuh dengan waktu 3-4 jam, sedangkan jika musim hujan bisa sampai 1 hari, bahkan terkadang harus menginap di perjalanan.
Sepanjang
perjalanan tersebut, setidaknya ada 5 jembatan yang nyaris ambruk,
sehingga tidak bisa lagi dilalui kendaraan roda empat. Agar bisa
menyeberang kendaraan, roda empat terpaksa harus melewati sungai.
Akibat
buruknya insfrastruktur, harga kebutuhan pokok di daerah itupun sangat
tinggi. Harga BBM baik jenis bensin dan solar, mencapai Rp 13 ribu per
liter.
Sedangkan beras untuk kualitas yang paling buruk mencapai Rp 120 ribu per 15 kg.
"Kalau
musim hujan terus menerus, bisa-bisa masyarakat di desa ini kelaparan,
sebab jika musim hujan perjalanan untuk ke kecamatan mencapai satu
hari, bahkan terkadang kami nginap," kata Wahyudi.
Sulitnya
mendapatkan BBM ini juga berakibat pada minimnya penerangan. Warga
hanya menyalakan genset pada malam hari, mulai pukul 16.00 sampai
dengan pukul 22.00 WIB. Namun, jika krisis bensin, warga terpaksa hanya
mengandalkan lampu pelita.
Persoalan
lain yang menjadi permasalahan di desa ini adalah sulitnya mendapatkan
pupuk. Jika pun ada, warga harus membayarnya dengan harga yang cukup
mahal, yakni Rp 400 ribu per karung.
"Kalau
di kota Sintang pupuk hanya Rp 160 ribu, namun di sini mencapai Rp 400
ribu. Karena kita butuh, terpaksa kita pun membelinya," kata Guna
(50), warga setempat.
Pupuk
tersebut dipergunakan warga untuk memupuk tanaman lada mereka yang ada
di pegunungan. Harga pupuk yang mencapai Rp 400 ribu per karung dirasa
tidak sebanding dengan harga lada yang hanya Rp 60 ribu per kilo.
Cinta NKRI
Berbagai permasalahan itulah yang akhirnya membuat Kepala Desa Mungguk Gelombang, Yusak, mengeluarkan ancaman akan eksodus ke Malaysia dan mengibarkan bendera Malaysia di daerah asalnya, jika pemerintah tidak segera melakukan pembangunan.
Berbagai permasalahan itulah yang akhirnya membuat Kepala Desa Mungguk Gelombang, Yusak, mengeluarkan ancaman akan eksodus ke Malaysia dan mengibarkan bendera Malaysia di daerah asalnya, jika pemerintah tidak segera melakukan pembangunan.
"Kalau
dari hati yang paling dalam, sebenarnya tidak ada sama sekali niat
kami akan melakukan eksodus ataupun mengibarkan bendera Malaysia," kata
Yusak yang ditemui Tribun di Kecamatan Merakai Kamis (4/8/2011).
"Pernyataan tersebut hanya sebagai bentuk kekecewaan kami karena tidak mendapat perhatian dari pemerintah," ujarnya.
Selain
dari itu, lanjut Yusak, pernyataan tersebut di luar kendalinya. "Pada
waktu itu, di desa kami sedang ada Gawai Dayak. Ya, mungkin saya
menjadi lepas kendali," ujarnya.
Nyungan,
tokoh masyarakat Desa Mungguk Gelombang, yang dihubungi terpisah,
meyakinkan, kendati pun masyarakat di desanya hidup serba kesulitan,
mereka tetap mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan
tak akan berbelot sedikitpun ke negara tetangga, apalagi sampai
mengibarkan bendera Malaysia.
"Meskipun
kita serba kekurangan kita tidak akan kehilangan nasionalisme.
Jangankan mengibarkan bendera Malaysia, menyimpanpun kami tidak,"
katanya.
Nyungan mengatakan,
bukti kecintaan mereka terhadap NKRI tidak perlu diragukan. Jika
diminta menyanyikan lagu kebangsaan, mereka bisa. "Buat apa, gara-gara
kesulitan, kami menggadaikan nasionalisme. Kami tetap cinta Indonesia,"
katanya.
Dari desa Mungguk
Gelombang ke perbatasan Malaysia jaraknya kurang lebih 12 km, dengan
waktu tempuh sekitar 1 hari dengan cara berjalan kaki naik-turun
gunung.
Di desa ini, siaran radio Malaysia memang mendominasi, khususnya siaran dayak Iban.
"Kalau
siaran radio Indonesia, tidak bagus, kalau Iban bagus. Sedangkan untuk
TV, kalau pakai antena biasa dapat siaran Malaysia. Kalau pakai
parabola, siarannya tetap TV Indonesia," bebernya.