Hanya karena pajak reklame dinaikkan, enam dari tujuh fraksi di DPRD
Kota Surabaya memberhentikan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dari
jabatannya. Enam dari fraksi yang menyetujui itu termasuk Fraksi PDIP
yang sebelumnya mengusung Tri Risma menjadi walikota.
“Kami dapat menerima dan menyetujui. Dengan perasaan seiklas-iklasnya
untuk berhentikan Tri Rismaharini dari jabatanya,” kata Syaifuddin
Zuhri, juru bicara Fraksi PDI-P dalam siding angket tentang Peraturan
Wali Kota Surabaya Nomor 57 tentang yang menaikkan pajak reklame, di
Gedung DPRD Surabaya, Senin (31/1).
Dalam sidang ini, anggota dewan menilai, Wali Kota telah melanggar
Undang-undang karena mengeluarkan Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 56
tahun 2010 tentang Perhitungan nilai sewa reklame dan Perwali Nomor 57
tentang perhitungan nilai sewa reklame terbatas di kawasan khusus kota
Surabaya.
.
“Kami bisa menyetujui rekomendasi dari panitia angket untuk menurunkan Wali Kota dari jabatanya,” kata jurubicara Fraksi PKB Musrifah.
.
Sikap PDIP, Fraksi PDS, PKB Fraksi Amanat Persatuan, Fraksi Demokrat dan Fraksi Golkar. “Fraksi Golkar menyetujui pemberhentian Tri Rismaharini sebagai Wali Kota,” kata Blegur Prijangkono.
.
“Kami bisa menyetujui rekomendasi dari panitia angket untuk menurunkan Wali Kota dari jabatanya,” kata jurubicara Fraksi PKB Musrifah.
.
Sikap PDIP, Fraksi PDS, PKB Fraksi Amanat Persatuan, Fraksi Demokrat dan Fraksi Golkar. “Fraksi Golkar menyetujui pemberhentian Tri Rismaharini sebagai Wali Kota,” kata Blegur Prijangkono.
Menurut juru bicara Fraksi PDS, Imanuel Lumoindang, Perwali Nomor 57
itu disusun sendirian oleh Risma dan tanpa melibatkan dinas lainnya.
Akibatnya, pajak iklan di Surabaya lebih tinggi dengan pajak iklan di
Jakarta.
Hanya Fraksi PKS yang menolak pemberhentian Tri Rismaharini. “Kami
menilai terlalu jauh. Dan belum cukup data dan bukti untuk berhentikan
Wali Kota,” kata juru bicara Fraksi PKS Tri Setijo Purwito.
.
PKS beralasan, kesalahan Wali Kota hanya masalah teknis dan DPRD bisa menilainya melalui LKPJ, sehingga tidak memerlukan hak angket. “Ini menyangkut norma dan etika saja. Yang karenanya tidak bisa diberikan sanksi, undang-undang harus konstektual tidak asal menafsirkan,” kata Tri Setijo.
.
PKS beralasan, kesalahan Wali Kota hanya masalah teknis dan DPRD bisa menilainya melalui LKPJ, sehingga tidak memerlukan hak angket. “Ini menyangkut norma dan etika saja. Yang karenanya tidak bisa diberikan sanksi, undang-undang harus konstektual tidak asal menafsirkan,” kata Tri Setijo.
Upaya pelengseren Tri Risma Harini tak lepas dari buntut pemilihan
Wali Kota Surabaya tahun lalu. Dengan diusung PDIP, tahun lalu Tri Risma
Harini berpasangan dengan Bambang DH berhasil menjadi Wali Kota dan
Wakil Wali Kota Surabaya dan menyingkirkan pasangan Arif Afandi – Aldis
Kadir yang diusung koalisi prapol, antara lainnya Partai Demokrat dan
Golkar.
Hingga empat bulan menjabat, kepimpimpinan Tri Risma Harini terus
digoyang DPRD, termasuk menentang kebijakan Tri Risma Mharini yang
menolak rencana pemerintah pusat untuk membangun jalan tol tengah di
Surabaya.
Jalan tol tengah ini ditolak, karena menurut Risma, dianggap tidak
menyelesaikan kemacetan Kota Surabaya. Tentang Perwali nomor 57 yang
diterbitkannya itu, Risma beralasan, pajak di kawasan khusus perlu
dinaikkan agar pengusaha tidak seenaknya memasang iklan di jalan umum,
dan agar kota tak menjadi belantara iklan. Dengan pajak yang tinggi itu,
pemerintah berharap, pengusaha iklan beralih memasang iklan di media
massa, ketimbang memasang baliho di jalan-jalan kota. (Sumber)